Bisnis.com, JAKARTA - Penasihat Hukum Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara, Maqdir Ismail, menyebut vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap kliennya sangat memberatkan.
Dia berkukuh Juliari tidak pernah menerima uang suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Dia juga menyanggah surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
"Ya sangat berat, karena buktinya sekarang bahwa Pak Ari (Juliari) itu menerima uang? Enggak ada, selain dari pengakuan Matheus Joko santoso dan juga Adi Wahyono," kata Maqdir seusai, Senin (23/8/2021).
Maqdir pun mengklaim KPK tidak menyita satu pun barang bukti terkait perkara suap bansos Covid-19 dari Juliari. "Mana ada barang bukti yang disita dari dia? Kan nggak ada. Suap itu kan ada barangnya, bukan angan-angan orang gitu lho," ujar Maqdir.
Maqdir pun menyebut bahwa putusan tersebut di luar perkiraan pihaknya. Hal ini lantaran, vonis majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Hanya saja, kata Maqdir, pihaknya masih belum bisa memastikan apakah akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim tersebut.
Baca Juga
"Nanti kita lihat lah," ucapnya.
Sebelumya, Majelis Hakim Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan terhadap eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
"Menyatakan terdakwa Juliari P. Batubara telah terbukti secara sah dengan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,"kata Hakim M. Damis saat membacakan amar putusan, Senin (23/8/2021).
Juliari juga dijatuhi hukuman berupa uang pengganti sejumlah Rp14,59 miliar. Apabila Juliari tidak membayar uang pengganti dalam kurun satu bulan setelah putusan pengadilan, maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi, Juliari akan diganjar pidana badan selama dua tahun.
Hakim pun memberikan hukuman berupa pencabutan hak politik selama empat tahun, setelah Juliari selesai menjalani pidana pokok.
Juliari dinyatakan terbukti menerima Rp32,48 miliar dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19.