Bisnis.com, JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengusulkan agar Indonesia memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) untuk periode 2019-2024. Jika PPHN disetujui, maka proyek infrastruktur dan pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan bisa dilanjutkan setelah era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bamsoet mengatakan PPHN tersebut bertujuan untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurutnya, keberadaan PPHN yang bersifat filosofis menjadi penting untuk memastikan potret wajah Indonesia masa depan, yakni 50-100 tahun yang akan datang.
“Keberadaan PPHN yang bersifat arahan dipastikan tidak akan mengurangi kewenangan Pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang [RPJP], maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah [RPJM],” kata Bamsoet dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2021, Senin (16/8/2021).
Politikus Golkar ini menyebutkan PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis.
Dengan disahkannya PPHN, lanjutnya, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat elektoral atau mengacu pada Pemilihan Umum.
"PPHN akan menjadi landasan di setiap rencana strategis pemerintah, seperti pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur, pembangunan infrastruktur tol laut, tol langit, koneksitas antar wilayah, dan rencana pembangunan strategis lainnya," jelasnya.
Baca Juga
Namun, untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum ketetapan MPR, maka diperlukan perubahan pada Undang-Undang Dasar (UUD). Oleh karenanya, diperlukan perubahan secara terbatas terhadap UUD 1945, khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN.
Dia mengatakan proses perubahan UUD sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memilki persyaratan dan mekansime yang ketat. Perubahan UUD hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya. Apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik," ujarnya.