Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Epidemiolog Sebut PPKM Darurat Tidak Efektif, Mengapa?

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai negatif kebijakan anyar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat.
Warga menyeberang jalan saat jam pulang kerja di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (24/6/2021). Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan pemerintah mengambil kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Mikro ketimbang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali atau lockdown (karantina wilayah) salah satunya karena pertimbangan faktor ekonomi.
Warga menyeberang jalan saat jam pulang kerja di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (24/6/2021). Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan pemerintah mengambil kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Mikro ketimbang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali atau lockdown (karantina wilayah) salah satunya karena pertimbangan faktor ekonomi.

Bisnis.com, JAKARTA — Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai negatif kebijakan anyar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat yang masih berbasis zonasi dalam mengintervensi mobilitas masyarakat.

Dicky beralasan pendekatan itu bakal menimbulkan kerancuan di tengah masyarakat ihwal peraturan pembatasan mobilitas masyarakat tersebut. Misalnya, kebijakan kerja dari rumah atau work from home yang diwajibkan sebesar 100 persen di seluruh sektor non-esensial. Hanya saja, kebijakan itu tidak berlaku bagi sektor-sektor esensial.

“Zonasi-zonasi itu tidak efektif seperti work from home 100 persen kecuali sektor esensial. Sudah tegas jangan sifatnya multitafsir, kalau ada zonasi itu tidak efektif,” kata Dicky melalui pesan suara, Kamis (1/7/2021).

Kebijakan PPKM Darurat itu, menurut Dicky, tidak bakal dapat menjawab kedaruratan penanganan pandemi Covid-19 di Tanah Air yang sudah kritis. Malahan, dia memproyeksikan beban fasilitas kesehatan bisa melampui angka 200.000 pasien pada pertengahan Agustus 2021 mendatang.

“Itu luar biasa beban faskesnya saat ini saja faskes sudah kolaps apalagi nanti. Kemudian angka kematian bisa 2 ribuan. Artinya kalau dilihat dari efektifitasnya ga usah ditunggu dua pekan, beberapa hari ini saja kelihatan,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengumumkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali yang akan mulai dilaksanakan pada 3 Juli hingga 20 Juli 2021.

Jokowi menuturkan, PPKM Darurat akan meliputi pembatasan-pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat daripada yang selama ini sudah berlaku.

“Secara terperinci bagaimana pengaturan PPKM darurat ini saya sudah meminta Menko Marinves menerangakn sejelas-jelasnya secara detail mengenai pembatasan ini,” kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Negara yang ditayangkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/7/2021).

Adapun, berdasarkan dokumen Panduan Implementasi Pengetatan Aktifitas Masyarakat yang dirilis Kemenko Marinves, ada beberapa aturan pengetatan selama PPKM Darurat, salah satunya ialah pusat perbelanjaan akan ditutup.

"Pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup," demikian seperti dikutip dari dokumen tersebut.

Selain itu, pelaksanaan kegiatan makan/minum di tempat umum seperti warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan /mall hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat (dine in).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper