Bisnis.com, JAKARTA -- Empat kader Partai Gerindra tercatat sebagai komisaris di PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI), sebuah perusahaan yang diilibatkan dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Dilansir dari Tempo, empat kader Partai Gerindra komisaris perusahaan alutsista itu dikenalkan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Rosoboronexport pada 16 November 2020. Rosoboronexport merupakan agen perantara resmi Rusia untuk ekspor dan impor produk teknologi pertahanan.
Mereka adalah Glenny Kairupan, Yudi Magio Yusuf, Prasetyo Hadi, dan Angga Raka Prabowo. Sesuai dengan akta PT Teknologi Militer Indonesia, Glenny menjabat komisaris utama perusahaan, sedangkan ketiga orang lainnya sebagai komisaris.
Glenny merupakan anggota Dewan Pembina Gerindra sekaligus Direktur Penggalangan Badan Pemenang Nasional Prabowo dan Sandiaga Uno pada Pemilihan Presiden 2019. Pria kelahiran 1949 ini seangkatan dengan Prabowo Subianto di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Magelang, pada 1970.
Adapun Yudi Magio Yusuf adalah purnawirawan TNI berpangkat mayor jenderal dan sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra. Adapun Prasetyo Hadi sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pembina Gerindra.
Dia juga merupakan anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat dan sempat tercatat sebagai komisioner PT Agro Industri Nasional (Agrinas), perusahaan yang turut berinduk pada Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan. Yayasan ini bentukan Kementerian Pertahanan.
Baca Juga
Selanjutnya, Angga Raka Prabowo sempat menjabat Kepala Departemen Sosial Media Gerindra saat pemilihan presiden 2019.
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan, Mayor Jenderal Rodon Pedrason mengatakan PT TMI berperan sebagai konsultan untuk membantu mencari alutsista terbaik dan agar tidak kecolongan dari sisi alih teknologinya. "Bukan untuk pembelian atau pengadaan. PT TMI tidak berkontrak dengan Kemenhan sama sekali," kata Rodon.
Belakangan, PT TMI menjadi sorotan seiring rencana Kementerian Pertahanan membeli alutsista yang dikabarkan senilai Rp 1.760 triliun dan akan dihabiskan dalam waktu tiga tahun mendatang atau hingga 2024.
Peneliti sektor pertahanan dan keamanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muhamad Haripin, mengatakan keberadaan kader Gerindra di PT Teknologi memperlihatkan konflik kepentingan yang gamblang di jajaran Kementerian Pertahanan.
Ia berpendapat bahwa orientasi institusi pemerintahan dan partai serta perusahaan bertolak belakang. Lembaga pemerintah dan partai berorientasi kepada publik, sedangkan orientasi perusahaan bertujuan untuk mencari keuntungan.
"Dalam peraturan tak ada klausul Kementerian Pertahanan mencari keuntungan, tapi bagaimana menjalankan birokrasi untuk menjamin kedaulatan, keamanan," kata Haripin.
la khawatir kader-kader partai dapat menjadi moral hazard yang berisiko menciptakan penyelewengan berskala besar seperti skandal korupsi kartu tanda penduduk elektronik. Haripin meminta pemerintah meninjau ulang perencanaan pembelian alutsista ini serta melakukan pengadaan alutsista secara transparan dan akuntabel.