Bisnis.com, JAKARTA - Pemimpin Australia dan Selandia Baru mendesak China untuk mengizinkan utusan PBB mengunjungi Xinjiang. Desakan ini diyakini akan membuat Beijing kembali meradang.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait dengan situasi hak asasi manusia di China dan mengatakan PBB serta lembaga lainnya harus diperbolehkan untuk meninjau langsung kota tersebut.
Pernyataan keduanya dirilis setelah pertemuan di Queenstown, Selandia Baru. Pernyataan bersama ini juga memuat perihal Hong Kong dan Laut China Selatan, dua area yang menjadi permasalahan dalam negeri China.
Pernyataan keduanya merupakan seri dari tanggapan terbaru yang sah. Sebelumnya, kedua negara telah memberikan pandangannya terkait dengan masalah Hong Kong dan Xinjiang.
China melihat pernyataan kedua negara sebagai tindakan mencampuri urusan dalam negeri dan telah menyerang negara-negara lain atau organisasi besar dunia, termasuk Five Eyes yang merupakan komunitas berbagi informasi intelejen.
Hubungan antara Beijing dan Canberra sendiri telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, puncaknya China memblokir dan memberlakukan tarif impor atas komoditas Australia termasuk minuman anggur.
Baca Juga
Australia sendiri pada minggu lalu mengkritik pergerakan China yang menutup sidang kegiatan spionase penulis Australia Yang Hengjung.
China diketahui sering mengatakan bahwa negaranya membuka kunjungan reporter atau lainnya ke Xinjiang, di mana panel dari PBB mengatakan bahwa sebanyak 1 juta orang orang telah dikirim ke fasilitas interniran anti-terorisme dan AS menduga kebijakan tersebut bagian dari genosida.
Namun, wartawan atau jurnalis yang berkunjung ke Xinjiang mengeluhkan bahwa mereka selalu diikuti polisi dan mereka dilarang berbicara dengan orang tanpa izin dan pengawasan. Bahkan, mereka tidak diizinkan memasuki beberapa tempat.
Beijing mengatakan aktivitas di Xinjiang dimaksudkan untuk mencegah terorisme dan kerusuhan. Pembangunan infrastruktur dan kesempatan bersekolah serta pengembagan ekonomi juga digencarkan di kota ini.
Di sisi lain, baik Ardern dan Morisson juga mengungkapkan bahwa mereka memiliki kekhawatiran mendalam terkait dengan perkembangan pembatasan hak dan kebebesan warga Hong Kong, serta perkembangan konflik di Laut China Selatan, termasuk militerisasi dan intensifikasi distabilisasi kegiatan di laut tersebut.