Bisnis.com, JAKARTA—Persaingan untuk memperebutkan pengaruh global antara China dan negara-negara Barat termasuk, Amerika Serikat, kian menguat setidaknya sejak satu dekade terakhir.
Persaingan itu tidak saja meliputi sektor ekonomi terutama perdagangan, akan tetapi mulai masuk ke dunia propaganda yang kian terlihat. Fenomena itu dimungkinkan akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi seperti media sosial dengan berbagai platform aplikatifnya.
Hanya saja, upaya untuk memperebutkan pengaruh itu tidak terlepas dari cara-cara tidak beretika seperti dengan menghadirkan akun palsu. Hal itu dibuktikan oleh sebuah penelitian terkait munculnya lebih dari 350 profil media sosial palsu yang mendorong narasi pro-China.
Akun-akun itu mencoba untuk mendiskreditkan mereka yang dianggap sebagai penentang pemerintah negara tersebut. Hanya saja tidak ada bukti nyata bahwa jaringan tersebut terkait dengan pemerintah China.
Menurut laporan dari Center for Information Resilience (CIR), tujuan kehadiran akun palsu semacam buzzer itu adalah untuk mendelegitimasi negara Barat dan meningkatkan pengaruh dan citra China di luar negeri.
Hasil studi dari kelompok nirlaba yang bekerja untuk melawan disinformasi tersebut menemukan bahwa jaringan profil palsu itu mengedarkan kartun norak yang menggambarkan, antara lain taipan China, Guo Wengui yang diasingkan karena getol mengkritisi Pemerintah China.