Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) melaporkan lima pimpinan lembaga antikorupsi ke Dewan Pengawas KPK, Selasa (18/5/2021).
Kelima pimpinan yang dilaporkan, yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron. Mereka dilaporkan ke Dewas KPK lantaran diduga melanggar kode etik bahkan bertindak sewenang-wenang dalam proses alih status pegawai menjadi ASN.
Penyidik senior KPK, Novel Baswedan selaku salah seorang pegawai yang menjadi pelapor mengaku sedih dengan pelaporan ini. Hal ini lantaran, kelima pimpinan KPK seharusnya merupakan sosok-sosok berintegritas.
"Hari ini kami sebenarnya kembali bersedih. Bersedihnya karena kami harus melaporkan Pimpinan KPK. Seharusnya pimpinan KPK itu kan dalam integritas tentunya baik, harusnya begitu. Tapi dalam beberapa hal yang kami amati itu ada hal-hal yang sangat mendasar dan kemudian kami lihat sebagai masalah yang serius," kata Novel, Selasa (18/5/2021).
Sebelumnya, Perwakilan ke-75 pegawai tersebut, Hotman Tambunan mengatakan terdapat tiga hal yang dilaporkan ke Dewas.
Pertama adalah tentang kejujuran. Hotman mengatakan dalam berbagai sosialisasi pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi TWK.
Baca Juga
"Dan kami juga berpikir bahwa asesmen bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan suatu hal," kata Hotman, Selasa (18/5/2021).
Kedua, pihaknya melaporkan pimpinan kepada Dewas lantaran kepeduliannya terhadap pegawai perempuan di lembaga antirasuah. Dia mengatakan tidak ada yang menginginkan suatu lembaga negara digunakan untuk melakukan suatu hal yang diindikasikan bersifat pelecehan seksual terkait TWK.
"Jika bapak ibu melihat, bahwa untuk lembaga seperti KPK dilakukan seperti ini, apa yang terjadi terhadap tes-tes yang lain yang notabene nilai tawar mereka tidak sekuat KPK," ucap Hotman.
Ketiga, lanjut Hotman kami melaporkan pimpinan kepada Dewas terkait kesewenang-wenangan. Hotman mengatakan pada 4 Mei 2021 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa TWK tidak akan memiliki konsekuensi terhadap pegawai.
Namun, kata dia, pada 7 Mei 2021 pimpinan mengeluarkan SK 652 yang dinilai sangat merugikan pegawai. "Menjadi tanda tanya pada kita apa yang terjadi dengan pimpinan? Bukankah salah satu azas KPK itu adalah kepastian hukum, bukanlah putusan MK itu merupakan suatu keputusan yang bersifat banding dan final. Kenapa pimpinan justru tidak mengindahkan putusan ini, bahkan mengeluarkan keputusan 652 yang sangat merugikan kami," ucapnya.
Dia mengatakan dengan laporan ini diharapkan Dewas akan mengecek kepada pimpinan kenapa tidak mengindahkan putusan MK.
"Karena kami sebagai lembaga hukum sangat menyadari bahwa di dalam Pasal 5 huruf a UU KPK 2019, kepastian hukum adalah suatu azas yang harus dipegang oleh lembaga penegak hukum seperti KPK. Apa yang akan terjadi pada kepastian hukum kita, kalau putusan MK tidak dilaksanakan secara konsisten," ujarnya.