Bisnis.com, JAKARTA – Covid-19 di India jadi tragedi, kasusnya makin tak terkendali. para dokter kelelahan, makin kewalahan, dan tak berdaya menangani jumlah pasien yang terus naik dan berdatangan ke rumah sakit.
Melansir Straits Times, Minggu (25/4/2021), sebuah koran lokal di Kota Gujarat mendedikasikan delapan halaman dari 20 halamannya untuk menuliskan 285 orang yang meninggal akibat Covid-19 selama sepekan terakhir.
Seorang dokter, Vivek Jivani, spesialis perawatan intensif di Rajkot, salah satu kota yang terdampak paling parah, mengatakan tiga di antara ratusan nama yang ada di koran tersebut adalah pasiennya.
“Orang-orang meninggal di dalam kondisi yang tidak bisa saya kendalikan. Namun, setiap kali ada pasien meninggal dalam pengawasan saya, saya berjanji untuk bekerja lebih keras pada pasien selanjutnya,” kata dokter Jivani.
Seluruh petugas medis berulang kali mengungkapkan, selama melalui gelombang kedua Covid-19 ini mereka emosi, kurang tidur, lapar, bekerja lebih dari waktu yang ditentukan, mati rasa, tak bisa meminta pertolongan siapapun. Paling terasa adalah kelelahan.
Dokter ahli paru di RS Lilavati Mumbal, Jalil Parkar, mengatakan, bahwa wabah kali ini tak seperti pada gelombang pertama, dokter kini sudah mulai familiar dengan perilaku Virus Corona.
Baca Juga
“Namun, pasien seperti banjir mendatangi rumah sakit, belum lagi mutasi virus yang terus menerus, cepatnya keparahan terjadi pada pasien, ketakutan di mana-mana, dan keterbatasan sumber daya membuat kami makin tak berdaya,” ungkapnya.
Seperti Perang Dunia II
Parkar menyebut tragedi Covid-19 kali ini bak perang dunia kedua. Lebih mematikan, padahal lebih bisa dicegah, jika dibandingkan dengan yang wabah gelombang pertama.
Ketika infeksi Virus Corona melandai pada Desember 2021, politikus, masyarakat, bahkan petugas medis santai.
Mereka mengabaikan pentingnya pakai masker dan menjaga jarak. Kerumunan memenuhi acara kampanye politik, festival religi, dan acara-acara pernikahan.
“Para ‘covidiot’ ini yang membuat ledakan kasus kembali menghantam India,” kata Parkar.
India sempat mencapai rekor lebih dari 350.000 kasus per hari, dan dengan lebih dari 2.500 kematian per hari, membuat sistem layanan kesehatan ambruk.
Di RS Indraprastha Apollo di Delhi, dokter S. Chatterjee, mengatakan bawha dirinya lelah mental. Dokter berusia 56 tahun tersebut bahkan harus bekerja sekitar 18 jam per hari.
Dia harus menangani 90 pasien Covid-19 di rumah sakit tersebut dan mengawasi pasien lain lewat panggilan video. Dia bahkan tak punya waktu untuk tidur, atau makan. Empat jam adalah waktu terlama dirinya tidur setiap harinya dalam 1 hari terakhir.
“Delhi punya infrastruktur yang sangat memadai. Tapi, bisa sampai kewalahan seperti ini sungguh tak bisa dipercaya,” kata Chatterjee.
Dokter yang bekerja pada saat perang sekalipun tak sanggup dengan situasi Covid-19 di India saat ini, katanya.
Lawan Pakistan
Dokter Reshma Tewari, Kepala Perawatan Daurat di RS Gurgaon yang bekerja di rumah sakit tentara pada 1999 berkisah, saat India melawan Pakistan di Kashmir, banyak korban berdatangan ke rumah sakit dalam satu waktu.
“Saat itu hanya satu rumah sakit. Sekarang, semua rumah sakit di India mengalaminya. Ini bahkan lebih parah dari perang,” ungkapnya.
Bahkan, dengan pengalaman 30 tahun, meskipun bukan orang yang mudah depresi, Tewari mengaku merasa sedih dan kewalahan.
“Kami sudah seperti kehilangan perasaan dan keseimbangan, kami harus rela membiarkan pasien yang kami tahu sakit kritis, karena memang rumah sakit sudah tidak bisa lagi diakses,” ujarnya.
Terlalu Menyedihkan
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Senin (26/4/2021) mengatakan, bahwa rekor gelombang kasus dan kematian Covid-19 di India amat menyedihkan.
WHO berkomitmen akan segera mengirim bantuan untuk menghadapi krisis.
“Situasi di India terlalu menyedihkan,” kata Tedros seperti dikutip dari ChannelNewsAsia.com, Selasa (27/4/2021).
Dia menlihat para keluarga pasien sampai meminta bantuan oksigen dan lokasi rumah sakit yang tersedia di media sosial, dan membuat Pemerintah New Delhi harus memperpanjang lockdown.
“WHO akan mengupayakan apapun yang kami bisa, menyediakan kebutuhan darurat,” ungkapnya.
Dia mengatakan, WHO dan lainnya sudah mengirm ribuan konsentrator oksigen, rumah sakit mobile, dan perlengkapan laboratorium.
WHO juga telah mengirimkan lebih dari 2.600 ahlinya dari berbagai bidang penyakit seperti polio dan tuberkulosis untuk bekerja sama dengan pemerintah India merespons pandemi.
Negara berpenduduk sampai 1,3 miliar tersebut menjadi pusat episentrum pandemi yang sudah membunuh lebih dari 3 juta orang di seluruh dunia. Bahkan, negara maju pun harus mengambil langkah untuk bisa mempercepat program vaksinasi.
Ventilator dan vaksin dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris pun akan dikirimkan untuk menolong India menangani krisis yang amat menghancurkan ini.
Sejak virus yang menyebabkan Covid-19 ini muncul di China pada 2019, wabah ini sudah membunuh 3,1 juta lebih orang di dunia, dan menginfeksi lebih dari 148 juta orang.
Tedros mengungkapkan, angka kasus global terus merangkak naik dalam sembilan pekan terakhir.
“Perbandingannya, jumlak tambahan kasus global dalam sepekan terakhir sama dengan jumlah tambahan kasus selama lima bulan pertama pandemi, amat parah,” ungkapnya.
Dari sisi angka kematian, AS tetap berada di urutan pertama dengan 586.611 kematian sampai dengan Senin (26/4/2021), dan lebih dari 32,8 juta orang terinfeksi. Urutan kedua dan ketiga ditempati Brasil dan Meksiko.
Sementara itu, India, meskipun berada di urutan keempat saat ini dengan nyaris 198.000 total kematian, menjadi pendorong kenaikan kasus global secara signifikan.
India mencatatkan 2.812 kematian dan 352.991 kasus dalam 24 jam pada Senin (26/4/2021). Angka ini merupakan yang terbanyak di dunia selama pandemi menyebar.