Bisnis.com, JAKARTA - Aksi penikaman oleh terduga teroris terjadi di Prancis. Seorang polisi wanita menjadi korban penikaman pelaku teror yang diidentifikasi beragama lslam.
Investigasi antiterorisme diluncurkan di Prancis aksi penikaman yang menewas polisi wanita tersebut.
Penyerangan terjadi di kota komuter Paris di Rambouillet, oleh seorang teroris yang diidentifikasi beragam Islam berusia 36 tahun dari Tunisia, Jumat (23/4/2021).
Rambouillet terletak sekitar 45 km di barat laut Paris, Prancis. Château de Rambouillet, kediaman musim panas Presiden Prancis, terletak di kota ini.
Dilansir taboolanews, Sabtu (24/4/2021), France 24 melaporkan wanita yang terbunuh itu terindentifikasi bernama Stephanie.
Presiden Emmanuel Macron melalui akun twitter-nya mengatakan dalam perang melawan terorisme Islam, dia tidak akan menyerah.
Baca Juga
"Bangsa ini [berada] di samping keluarganya, rekan-rekannya, dan pasukan keamanan," kata Macron.
Serangan terhadap polisi wanita itu terjadi di area pintu masuk yang aman di stasiun kota tersebut sekitar pukul 14:20 waktu setempat.
Sumber kepolisian mengatakan wanita berusia 49 tahun, seorang asisten administrasi dan ibu dua anak yang kembali dari istirahat makan siang, ditikam di tenggorokan dua kali. Tak lama kemudian, wanita itu meninggal karena luka-lukanya.
Penyerang ditembak mati oleh aparat keamanan. Tiga orang telah ditahan terkait dengan serangan itu.
Jaksa nasional antiterorisme Prancis mengatakan mereka telah membuka penyelidikan teror, juga melibatkan dinas intelijen domestik DGSI, atas pembunuhan seseorang yang memegang otoritas publik.
Tiga orang dari kelompok tersangka ditahan pada Jumat kemarin.
Seorang sumber yang dekat dengan penyelidikan mengatakan penyerang meneriakkan "Allahu Akbar" selama serangan itu.
Kepala jaksa antiteror Jean-Francois Ricard, yang berbicara di luar stasiun bersama dengan Perdana Menteri Jean Castex, membenarkan pekikan yang dibuat penyerang menunjukkan motif teror, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Beberapa serangan selama setahun terakhir telah menghidupkan kembali kekhawatiran atas penyebaran Islam radikal di Prancis seiring terjadi gelombang imigrasi.
Sementara itu, pemerintah Macron telah memperkenalkan undang-undang untuk menangani aktivitas Islam radikal di Prancis. Undang-undang tersebut memicu kemarahan di beberapa negara Muslim.