Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa embargo vaksin Covid-19 dari India berpotensi menyebabkan kedatangan 100 juta dosis vaksin AstraZeneca yang harusnya bisa masuk pada tahun ini menjadi tidak pasti.
Budi menerangkan, bahwa Indonesia membutuhkan lebih dari 420 juta dosis untuk vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Pada rencana awal, Pemerintah menargetkan untuk menyelesaikan vaksinasi pada kuartal I/2022.
“Tapi atas permintaan Presiden kita ingin mempercepat itu semuanya ke 2021. Sehingga beberapa alternatif yang tadinya kita taruh di 2022, kita geser ke 2021. Salah satunya rencana kami Sinovac yang rencananya September sudah selesai akan kita tambah, karena ini merupakan vaksin yang diproduksi Bio Farma untuk menutupi sekitar 70 juta yang tadinya direncanakan keluar pada kuartal I/2022,” kata Budi pada Rakor dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (8/4/2021).
Namun, pemerintah dihadapkan pada kendala dalam upaya percepatan vaksinasi. Hal itu disebabkan karena vaksin kerja sama dengan AstraZeneca, baik yang dari multilateral dengan Covax GAVI maupun yang bilateral langsung dengan Bio Farma mengalami hambatan.
Budi menyebutkan, harusnya Indonesia mendapat sekitar 54 juta vaksin AstraZeneca dari kerja sama multilateral dengan Covax GAVI yang bisa didapatkan gratis, dan yang bilateral melalui Bio Farma sebanyak 50 juta dosis.
“Yang bermasalah pertama yang Covax GAVI. Karena ada embargo dari india, sehingga suplai pasokan AstraZeneca paling besar, yang dari India terhambat, sehingga GAVI merealokasi. Vaksin yang harusnya kita terima 11 juta pada Maret - April ditunda semua jadi Mei, dan kita hanya dapat 1 juta. Selanjutnya mereka juga belum bisa memberikan konfirmasi,” jelas Menkes.
Kemudian, pada pekan lalu, AstraZeneca di Indonesia memberikan informasi bahwa mereka akan mengubah target produksi dari yang sebelumnya 50 juta dosis tahun ini, dimundurkan jadi hanya 20 juta di tahun ini dan 30 juta sampai kuartal II/2022.
“Itu bukan sesuatu yang bisa kita terima sehingga kita lakukan komunikasi dengan AstraZeneca. Jadi ada 100 juta dosis vaksin yang sampai sekarang menjadi tidak pasti jadwalnya,” kata Budi.
Selain itu, Budi juga membuka kenyataan pahit bahwa di samping adanya gangguan pasokan dari produsen vaksin, pada April ini Bio Farma juga akan melakukan regular maintenance fasilitas pabriknya, yang setiap 6 bulan dilakukan secara rutin.
“Sehingga April ini produksinya [Bio Farma] terendah. Itu kenapa April ini kita kurangi laju vaksinasi karena memang dari rencana dari AstraZeneca itu tidak jadi masuk dan pas Bio Farma produksinya sedang rendah,” paparnya.
Halangan tersebut berpotensi mengubah rencana awal program vaksinasi pemerintah dari 10 juta pada Januari - Februari, Maret - April 30 juta dosis, Mei - Juni 50 juta, dan Juli - Desember 250 juta.
“Kemungkinan ini akan berubah, karena Maret - April jadi hanya 20 juta. Kalau toh nanti geser ke Mei - Juni, kecepatannya akan kita tingkatkan di Mei-Juni,” ujar Budi.