Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Iran Siap Bahas Kembalinya AS ke Perjanjian Nuklir 2015

Negara-negara yang tersisa dalam dalam Kesepakatan Nuklir 20215 akan membahas bagaimana perjanjian penting tersebut dapat diimplementasikan sepenuhnya oleh semua pihak.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bushehr di Iran, sekitar 1.200 kilometer sebelah selatan Teheran./Reuters
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bushehr di Iran, sekitar 1.200 kilometer sebelah selatan Teheran./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Iran dan sejumlah negara yang tersisa dalam Kesepakatan Nuklir 2015 akan mengadakan pertemuan virtual untuk membahas kembalinya AS ke perjanjian tersebut, menurut pernyataan pihak Uni Eropa.

Dilansir dari Bloomberg pada Jumat (2/4/2021), pembicaraan tersebut, yang akan melibatkan pejabat dari Iran, Rusia, China, Jerman, Prancis dan Inggris, akan dipimpin oleh utusan luar negeri utama UE Josep Borrell. Mereka akan membahas bagaimana perjanjian penting tersebut dapat diimplementasikan sepenuhnya oleh semua pihak.

AS berupaya menggunakan Eropa sebagai perantara dengan Iran setelah Teheran menolak pembicaraan dengan pemerintahan Biden tentang menghidupkan kembali perjanjian yang ditinggalkan mantan Presiden Donald Trump. Setelah Trump mengingkari perjanjian tersebut, Iran melanggar beberapa batasan yang diberlakukan pada program nuklirnya.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Amerika Serikat menyambut ini sebagai langkah positif. Dia menambahkan AS siap untuk kembali mematuhi perjanjian 2015 dan siap untuk mencari cara terbaik untuk mencapai hal itu, termasuk melalui serangkaian langkah awal bersama.

"Kami telah mencari opsi untuk melakukannya, termasuk dengan percakapan tidak langsung melalui mitra kami di Eropa," kata Price kepada Wartawan di Washington, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (2/4/2021).

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan bulan ini bahwa negaranya "tidak terburu-buru" untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dan mengatakan kebijakan AS pasti gagal kecuali sanksi terhadap Republik Islam itu dicabut terlebih dahulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper