Bisnis.com, JAKARTA - Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan kerja sama kolektif negara-negara untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar.
Guterres mengaku terkejut dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar yang dilakukan oleh rezim junta militer Myanmar. Hal itu disampaikan melalui akun Twitter-nya pada Selasa (16/2/2021).
“Saya mendorong komunitas internasional untuk bekerja secara kolektif dan bilateral untuk membantu mengakhiri penindasan,” tulisnya.
Lebih lanjut, Juru Bicara PBB Stéphane Dujarric dalam pernyataannya mengatakan tindakan militer Myanmar berupa pembunuhan demonstran, penangkapan sewenang-wenang, dan penyiksaan tahanan melanggar HAM.
Junta militer Myanmar juga dianggap menentang seruan Dewan Keamanan PBB yang sudah memintanya untuk menahan diri, melakukan dialog, dan kembali ke jalur demokrasi Myanmar.
“Dia mendesak militer untuk mengizinkan kunjungan utusan khusus PBB sebagai elemen penting dalam menenangkan situasi dan menyiapkan mimbar untuk dialog dan kembali ke demokrasi,” ujarnya.
Baca Juga
Channel News Asia pada Selasa melaporkan bahwa sedikitnya 20 orang tewas di Myanmar pada Senin dalam unjuk rasa.
Pasukan keamanan menembakkan gas air mata, senjata karet hingga senjata api untuk memukul mundur para demonstran di penjuru negeri.
Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), kelompok pengawas di Myanmar melaporkan jumlah korban tewas naik signifikan, menjadikan lebih dari 180 jiwa melayang sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu.
Selain PBB, Amerika Serikat, China, dan Inggris mengutuk kekerasan yang memakan korban rakyat sipil di Myanmar.
"Junta menanggapi seruan untuk pemulihan demokrasi di Burma dengan peluru. Amerika Serikat terus meminta semua negara untuk mengambil tindakan konkret untuk menentang kudeta dan kekerasan yang meningkat," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jalina Porter kepada wartawan pada hari Senin,