Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah Negara Terapkan Paspor Vaksin, Siapkah Indonesia?

Israel telah mengeluarkan sertifikat dengan validasi pemerintah yang memungkinkan orang menunjukkan bukti bahwa mereka telah divaksinasi atau pulih dari Covid-19.
Ilustrasi - sertifikat vaksinasi/Bisnis-sae
Ilustrasi - sertifikat vaksinasi/Bisnis-sae

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah setahun lebih wabah Covid-19 menyebar ke suluruh dunia, kini apa yang dikenal dengan paspor vaksin terus mengemuka dalam hubungan antarnegara. Hal itu juga terkait dengan kegiatan perdagangan dan perjalanan wisata dunia.

Pemberlakuan penutupan negara yang berbiaya mahal, ditambah dengan dibatasinya kebebasan pribadi, membuat konsep paspor vaksin menjadi perhatian pemerintah di sejumlah negara.

Boleh dikatakan mereka ingin ada kepastian bagi warganya untuk merencanakan perjalanan pada saat dunia menjalani fase lanjutan dari pandemi Covid-19.

Karena itulah sejumlah negara, termasuk Israel, Bahrain dan China, telah meluncurkan semacam sertifikasi untuk memudahkan perjalanan internasional di masa depan.

Sejumlah Negara Terapkan Paspor Vaksin, Siapkah Indonesia?

Ilustrasi/Antara

Mereka ingin menghidupkan kembali aktivitas di sektor ekonomi yang terpukul parah, seperti industri pariwisata termasuk bisnis perhotelan.

Tidak mengheran pula jika sejumlah negara kini sedang mempertimbangkan untuk mengikuti gagasan dokumentasi bagi mereka yang telah divaksinasi.

Sebagian negara ada juga yang masih skeptis mengaitkan paspor dengan wabah. Kelompok ini masih menghitung kemungkinan efek samping yang luas dan masih perlu ditangani.

Apa itu paspor vaksin?

Paspor vaksin secara luas dapat didefinisikan sebagai bagian dari dokumentasi yang membuktikan seseorang telah menjalani vaksinasi terhadap virus SARS-CoV-2 atau dikenal sebagai novel Coronavirus.

Penandanya bisa berupa sertifikat yang ditandatangani dan dicap atau kode respon cepat (QR) yang disimpan di smartphone.

Israel, misalnya, telah mengeluarkan sertifikat yang divalidasi pemerintah, yang dikenal sebagai 'Green Pass'. Dengan Green Pass orang dapat membuktikan bahwa mereka telah divaksinasi atau pulih dari Covid-19.

“Dokumen-dokumen itu mungkin diperlukan untuk berbagai kegiatan mulai dari perjalanan internasional hingga masuk ke teater dan restoran,” ujar Dave Archard, Ketua Nuffield Council on Bioethics Inggris seperti dikutip Aljazeera.com, Minggu (14/3/2021).

Bukti vaksinasi juga bisa menjadi persyaratan kerja meski bernuansa "diskriminatif". Artinya, dokumen itu bisa menjadi pengaman ekstra di mana orang membutuhkan dokumentasi untuk melaksanakan kebebasan sosial tertentu, seperti mengakses ruang publik atau bepergian secara internal di dalam negara.

Mengapa paspor vaksin menjadi isu menarik?

Dengan berjalannya vaksinasi Covid-19 secara massal di beberapa negara, paspor vaksin telah menjadi terkenal sebagai alat potensial untuk membuka kembali perbatasan dengan aman untuk perjalanan internasional dan meningkatkan sektor ekonomi yang hancur akibat pembatasan dan penguncian negara secara ketat.

Secara teoritis, kemampuan untuk menunjukkan bukti vaksinasi dapat menawarkan titik balik dalam pandemi. Karena itu, sejumlah negara memungkinkan untuk menerima pengunjung yang divaksinasi secara massal dan kembali memulai aktivitas bisnis yang terpukul sejak satu tahun terakhir.

Industri perhotelan akan bisa hidup kembali dan kegiatan perdagangan, serta penerbangan bisa berjalan tanpa takut akan virus.

Namun, pada kenyataannya, ada pertanyaan yang belum terjawab tentang bagaimana dokumen semacam itu akan efektif dalam praktiknya dan menekan kekhawatiran tentang potensi untuk memperburuk ketidaksetaraan antarnegara.

Belum lagi soal hilangnya privasi, dan bahkan mungkin saja justru menghambat upaya untuk mengekang Covid-19.

Bagaimana dengan Indonesia?

Senada dengan Dave Archad, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana menilai persoalan belum meratanya vaksinasi Covid-19 antarnegara maupun di dalam negeri sendiri bisa menjadi kendala atas penggunan paspor vaksin nantinya.

Hal itu terlepas dari apakah keterangan “telah divaksin” itu melekat di paspor atau terpisah pada chip maupun gadget tersendiri.

“Selain vaksin Covid-19 ini tidak murah, vaksinasi di sejumlah negara juga belum merata, termasuk di Indonesia. Belum lagi tidak banyak warga Indonesia yang butuh bepergian ke luar negeri kecuali untuk kebutuhan khusus seperti naik haji,” ujar Hikmahanto saat dihubungi Bisnis, Minggu (14/3/2021).

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) itu juga menambahkan adanya masa berlaku vaksin yang berbeda-beda seperti delapan bulan atau lebih. Dengan demikian, data itu tidak mudah untuk di-input ke dalam paspor atau dokumen keimigrasian.

Meski setuju dengan prinsip perlunya dokumen keamanan untuk Covid-19 lintas negara, Hikmahanto mengatakan sebaiknya pemerintah memfasilitasi vaksinasi untuk warga negara Indonesia yang akan berangkat ke luar negeri termasuk dalam urusan ibadah seperti naik haji.

Hikmahanto juga mengingatkan pentingnya fasilitas vaksinasi mandiri bagi mereka yang akan bepergian ke luar negeri sehingga kegiatan bisnis mereka tidak terganggu.

Sejumlah negara terapkan paspor vaksin

Terlepas dari siap atau tidaknya Indonesia mewujudkan paspor vaksin, beberapa negara telah meluncurkan versi paspor atau sertifikat vaksin mereka sendiri, meskipun tidak ada konsensus global tentang penggunaannya.

Israel, misalnya, telah mengeluarkan sertifikat yang divalidasi pemerintah. Sertifikat yang dikenal sebagai Green Pass itu memungkinkan orang menunjukkan bukti bahwa mereka telah divaksinasi atau pulih dari Covid-19. Artinya mereka dianggap memiliki kekebalan.

Kartu pas, yang dapat dicetak atau disimpan di smartphone, berlaku selama enam bulan sejak vaksinasi penuh. Mereka mengizinkan pemegangnya untuk mengambil bagian dalam berbagai aktivitas yang dibatasi seperti pergi ke gym, makan di restoran atau menghadiri pertunjukan teater, meskipun dengan beberapa batasan.

Sertifikat tersebut juga memungkinkan pemegangnya bepergian ke luar negeri dan melewati persyaratan karantina. Bahkan Israel telah menandatangani perjanjian dengan Yunani dan Siprus yang mengizinkan warga dengan sertifikat vaksinasi COVID-19 bepergian tanpa hambatan antara ketiga negara tersebut.

China juga telah memperkenalkan bentuk paspor vaksinnya sendiri dalam bentuk sertifikat yang menunjukkan status vaksinasi seseorang dan hasil tes Covid-19.

Paspor itu merupakan produk digital tetapi juga tersedia dalam bentuk kertas dan akan diluncurkan untuk membantu mempromosikan pemulihan ekonomi dunia dan memfasilitasi perjalanan lintas batas, menurut kementerian luar negeri negara itu.

Bahrain pun telah meluncurkan produk serupa, sementara Denmark dan Swedia sedang bersiap untuk meluncurkan skema sertifikasi mereka sendiri. Sedangkan Uni Eropa sedang mempertimbangkan sertifikat digital di seluruh blok yang memberikan bukti vaksinasi, yang dapat memudahkan perjalanan bagi orang dalam beberapa bulan mendatang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper