Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang sekitar Rp3,5 miliar dari penggeledahan di 4 lokasi terpisah di Sulawesi Selatan.
Penggeledahan ini terkait kasus suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel TA 2020-2021 yang menjerat Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah.
Secara terperinci, uang yang diamankan pada penggeledahan itu terdiri dari mata uang asing dan rupiah yakni Rp1,4 miliar, US$10.000 atau setara Rp142,8 juta (kurs Rp14.280 per US$), dan 190.000 dollar Singapura atau setara Rp2,03 miliar (kurs Rp10.693 per dollar Singapura).
"Setelah dilakukan perhitungan, dari penggeledahan dimaksud ditemukan uang rupiah sekitar Rp1,4 miliar dan uang mata uang asing sebesar US$10.000 dan 190.000 dolar Singapura," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (4/3/2021).
Ali membeberkan, keempat lokasi yang digeledah masing-masing kediaman pribadi dan rumah dinas Nurdin Abdullah, rumah dinas Sekdis PUTR Sulsel, dan Kantor Dinas PUTR Sulsel.
Sementara itu, uang yang diamankan tersebut kemudian akan dianalisa oleh penyidik guna kepentingan penyitaan sebagai barang bukti perkara.
Baca Juga
"Berikutnya terhadap uang tersebut akan diverifikasi dan dianalisa mengenai keterkaitannya dengan perkara ini sehingga segera dapat dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam perkara ini," kata Ali.
Adapun, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021.
Mereka adalah Nurdin Abdullah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp2 miliar dari Agung serta diduga menerima gratifikasi dengan total nilai Rp3,4 miliar. Suap diberikan guna memastikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya pada 2021.
Sebagai penerima NA dan ER disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.