Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim untuk menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan terdakwa kasus suap dan pemufakatan jahat Djoko Soegiarto Tjandra.
Jaksa menilai Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam tindak pidana tersebut.
"Menuntut, supaya majelis hakim yang mengadili untuk memutuskan, menyatakan permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi JC tidak diterima," kata Jaksa saat membacakan tuntutan, Kamis (4/3/2021).
Jaksa berpandangan dalam fakta persidangan dapat disimpulkan bahwa Djoko Tjandra terbukti memberi suap sejumlah US$500 ribu kepada eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari.
Uang itu diberikan lewat perantara Andi Irfan Jaya, rekan Pinangki sekaligus politikus Partai Nasdem untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Fatwa itu ditujukan guna meloloskan Djoko Tjandra dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali yang menghukumnya dua tahun penjara.
Jaksa juga menyebut fakta persidangan membuktikan ada penyerahan uang terhadap dua jenderal polisi.
Keduanya adalah kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sejumlah S$200 ribu dan US$370 ribu, serta eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo sebesar US$100 ribu.
"Berdasarkan fakta persidangan bahwa terdakwa merupakan pelaku utama tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap," kata jaksa.
Selain itu, jaksa menyebut Djoko Tjandra diniai terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.