Bisnis.com, JAKARTA - Militer meminta pertanggungjawaban pasukan keamanan yang menyebabkan hilangnya nyawa pengunjuk rasa anti kudeta karena menggunakan senjata api. Hal ini berselang setelah munculnya kecaman keras dari internasional.
Dilansir dari South China Morning Post pada Selasa (3/2/2021), hal ini disampaikan dalam siaran militer setelah menghadapi unjuk rasa besar-besaran dalam beberapa pekan terakhir sejak kudeta militer pada 1 Februari.
Unjuk rasa di Myanmar ini menjadi aksi yang mematikan setelah 18 demonstran meninggal dan 30 orang lainnya luka-luka pada Minggu.
“Militer Myanmar telah meminta pasukan keamanan yang bertanggung jawab atas serangan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta selama akhir pekan untuk tidak menggunakan amunisi langsung saat kecaman internasional tumbuh,” seperti dikutip dari SCMP.
Seperti diberitakan sebelumnya, polisi menembakkan gas air mata dan granat setrum untuk membubarkan pengunjuk rasa di Yangon pada Senin.
Tak lama kemudian, mereka juga menembakkan peluru karet setelah protes atas dakwaan tambahan terhadap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi yang dapat membuatnya terkurung di penjara untuk waktu yang lebih lama.
Baca Juga
Sejumlah kecaman yang ditujukan kepada junta militer Myanmar santer terdengar dari para pemimpin negara. Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada telah menerapkan sanksi bagi jajaran militer Myanmar.
Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengajak negara-negara untuk merespons kekerasan yang terjadi di Myanmar.
Dia mengutuk kekerasan yang terjadi di Myanmar. Menurutnya, penggunaan senjata untuk melawan pengunjuk rasa tidak dapat diterima.
“Saya mendesak masyarakat internasional untuk mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer bahwa mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilu dan menghentikan penindasan,” katanya.
Channel News Asia melaporkan Menteri Luar Negeri Vivian Balakrishnan mengatakan mitranya di Asean akan mendorong dialog antara Suu Kyi dan junta militer Myanmar. Hal tersebut akan disampaikan pada pertemuan khusus Menlu Asean pada hari ini, Selasa melalui video conference.
"Ada kepemimpinan politik ... dan ada kepemimpinan militer, di sisi lain. Mereka perlu bicara, dan kami perlu membantu menyatukan mereka," katanya.