Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum menanggapi ihwal gugatan salah satu terdakwa kasus korupsi dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokrosaputro.
Seperti diketahui, Benny Tjokrosaputro atau Bentjok terus melawan vonis seumur hidup. Selain mengajukan banding, Bentjok juga sedang menggugat hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke PTUN.
Pihak Bentjok beralasan, audit investigatif BPK yang menemukan adanya kerugian negara dalam kasus Jiwasraya itu penuh dengan kejanggalan.
Seperti diketahui, BPK telah mengeluarkan audit investigasi terkait kasus korupsi Asuransi Jiwasraya (ASJ). Hasil investigasi tersebut menyimpulkan adanya kerugian negara senilai Rp16,8 triliun.
Benny Tjokro adalah salah satu pelaku utama korupsi dana investasi Jiwasraya. Bersama koleganya, Heru Hidayat, dia terlibat dalam skandal untuk 'membobol' dana investasi asuransi Jiwasraya.
Bentjok dan Heru Hidayat sendiri telah divonis seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Penasihat hukum Bentjok, Bob Hasan mengatakan bahwa alasan diajukan gugatan ke PTUN adalah hasil audit investigatif BPK masih sifarnya perkiraaan. Padahal, menurutnya, untuk sebuah perkara korupsi, penghitungan kerugian negara seharusnya jelas dan pasti.
Dia menjelaskan berdasarkan pemeriksaan perkara di putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bentjok dikenakan Rp6 triliun dengan kira-kira dibagi dua bersama heru dari angka Rp12 triliun. Namun angka itupun tak pernah muncul di pengadilan.
Artinya, dengan fakta yang terungkap selama di pengadilan, versi Bentjok, hasil audit BPK tidak cukup kuat untuk menyeretnya ke pengadilan bahkan hingga akhirnya divonis seumur hidup.
"Ternyata di pengadilan pun belum jumpa angka yang pasti itu. Mengingat atas putusan belum memiliki ketetapan hukum atau incraht maka kita juga baru mendapatkan akan obyek gugatan ( laporan investigative BPK)," tegasnya.
Adapun dalam petitum gugatan yang didaftarkan pada Jumat (26/2/2021), Bentjok meminta hakim PTUN memutuskan 6 pokok gugatan.
Pertama, mengabulkan gugatan untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Surat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif yang dikeluarkan oleh BPK karena bertentangan dengan Peraturan yang berlaku Keputusan BPK.
Ketiga, memerintahkan untuk mencabut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif dengan segera dan tanpa syarat apapun. Keempat, mewajibkan BPK untuk membayar ganti rugi terhadap Benny Tjokro.
Kelima, memerintahkan kepada BPK untuk menerbitkan Surat Keputusan yang berisi tentang rehabilitasi namanya ke dalam status, kedudukan, harkat dan martabatnya semula sebagai warga negara yang baik. Keenam, membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada BPK.
Seperti diketahui pemeriksaan investigatif terkait penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT. Asuransi Jiwasraya Tahun 2008 -- 2018 Nomor : 06/LHP/XXI/03/2020 Tanggal 9 Maret 2020 menemukan adanya kerugian negara senilai Rp16,8 triliun
Penghitungan kerugian negara tersebut terjadi dalam pembelian 4 saham (BJBR, PPRO, SMBR dan SMRU) dan 21 reksa dana pada 13 (tiga belas) Manajer Investasi.
BPK menyebutkan bahwa kerugian negara atas investasi saham disebabkan oleh nilai perolehan saham yang dibeli oleh Jiwasraya tidak sesuai dengan ketentuan, yang diatur oleh Bentjok Cs dan masih berada dalam portofolio PT AJS pada per 31 Desember 2019.
Sementara, kerugian negara atas investasi reksa dana adalah nilai perolehan reksa dana yaitu dana yang dikeluarkan oleh Jiwasraya untuk membeli unit penyertaan reksa dana (subscription) yang digunakan untuk membeli efek-efek namun dikendalikan oleh pihak terafiliasi Heru Hidayat & Bentjok.
Sampai berita ini diturunkan, Ketua BPK Agung Firman Sampurna belum memberikan konfirmasi saat dikonfirmasi kabar tersebut.