Bisnis.com, JAKARTA- PT Astra Honda Motor lolos dari perkara dugaan pelanggaran usaha terkait penjualan pelumas sepeda motor.
Dalam sidang dengan agenda putusan atas Nomor 31/KPPU-I/2020, Kamis (25/2/2021), majelis menyatakan bahwa AHM tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat.
Adapun dugaan pelanggaran yang dimaksud adalah perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok (tying agreement) (Pasal 15 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999).
Kemudian, perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok (tying agreement dikaitkan dengan potongan harga) (Pasal 15 ayat (3) poin a. UU No. 5 Tahun 1999).
Majelis menjelaskan bahwa fakta persidangan menyatakan bahwa terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran pada Pasal 15 ayat (3) karena tidak ditemukan bukti potongan harga kepada dealer baik dari PT AHM, maupun dari main dealer.
Sementara itu, untuk Pasal 15 ayat (2), majelis menyatakan bahwa fakta-fakta persidangan menyatakan ada bentuk pelanggaran yakni pihak dealer yang melakukan perjanjian dengan main dealer, harus menjual tools termasuk oli pelumas yang sesuai dengan ketentuan dari AHM.
Baca Juga
Dalam persidangan, main dealer disebut merupakan pihak yang mengikat perjanjian dengan PT AHM dan diberi keleluasaan untuk melakukan perjanjian kerja sama dengan pihal dealer (bengkel) dalam menyediakan jasa purna jual sepeda motor merk Honda.
Meski pihak delaer atau bengkel memberikan kesempatan kepada pemilik sepeda motor untuk membawa pelumas selain AHM Oil, namun merk lain sulit masuk ke jaringan bengkel resmi yang dimiliki agen pemegang merk.
Dari fakta ini menurut majelis memang ada bentuk pelanggaran pada Pasal 15 ayat (2).
Akan tetapi, ada alasan kuat yang menurut majelis patut dipertimbangkan yakni jangka waktu garansi sepeda motor yang panjang yakni 1 tahun sehingga perawatan sepeda motor harus menggunakan berbagai suku cadang, termasuk pelumas yang sesuai dengan spesifikasi dan standar AHM yakni oli tipe SAE 10W-30, JASO MB, API SG atau yang lebih tinggi.
Dengan demikian, majelis berpendapat dengan menggunakan pendekatan rule of reason, perbuatan AHM dan jaringannya dinilai memberikan dampak positif bagi masyarakat luas yakni konsumen sepeda motor jenis skutik agar kendaraan yang dibeli dapat terjaga performanya.
Adapun pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.
Dengan demikian, majelis yang terdiri dari Chandra Setiawan, Kurnia Toha serta Yudi Hidayat menyatakan bahwa terlapor tidak melakukan pelanggaran Pasal 15 ayat (2).
"Memutuskan, terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 15 ayat (2) dan (3)," tutur majelis.