Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang Bentuk Menteri Kesepian, Gara-gara Ini

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menunjuk Tetsushi Sakamoto, seorang anggota kabinet yang sudah mencoba meningkatkan angka kelahiran negara yang tertekan itu, ke jabatan baru sebagai Menteri kesepian.
Ilustrasi - Tenaga kerja di Jepang/Bloomberg
Ilustrasi - Tenaga kerja di Jepang/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Jepang menunjuk Menteri Kesepian (Minister of Loneliness) untuk mencoba mengurangi tingkat bunuh diri yang meningkat di tengah pandemi Covid-19.

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menunjuk Tetsushi Sakamoto, seorang anggota kabinet yang sudah mencoba meningkatkan angka kelahiran negara yang tertekan itu, ke jabatan baru sebagai Menteri kesepian.

Suga mencatat awal bulan ini bahwa wanita Jepang telah berjuang melawan depresi sejak pandemi virus corona dimulai sekitar setahun yang lalu. BBC melaporkan hampir 880 wanita bunuh diri di negara itu pada Oktober, meningkat 70 persen dibanding tahun sebelumnya.

“Wanita khususnya merasa lebih terisolasi dan menghadapi peningkatan bunuh diri. Saya ingin Anda memeriksa masalah ini dan mengajukan strategi yang komprehensif,” katanya kepada menteri baru, seperti dikutip New York Post, Selasa (23/2).

Sakamoto kemudian mengatakan bahwa dirinya berharap dapat mempromosikan kegiatan yang mencegah kesepian dan isolasi sosial serta melindungi hubungan antar manusia. Dia akan mencoba untuk melakukan koordinasi yang lebih baik dan membentuk forum darurat untuk membahas berbagai masalah.

Pakar di bidang bunuh diri asal Jepang Michiko Ueda mengatakan kepada BBC bahwa sebagian dari masalah bunuh diri di negara itu melibatkan banyak wanita yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Menurutnya banyak perempuan yang tidak menikah dan menopang kehidupan mereka sendiri.

“Jadi ketika sesuatu terjadi misalnya pandemi ini, tentu saja mereka akan terkena dampak yang sangat keras,” ujarnya.

Menurut lembaga Lifull Co, ada banyak juga kelompok milenial Jepang yang hidup sendiri. Mereka menjadikan lingkungan kerja sebagai sumber utama sosialisasi langsung. Selebihnya, rumah hanya menjadi tempat istirahat dan tidak ada interaksi sosial lain.

Manjo Shimahara, kepala lembaga lifull Co menggambarkan kehidupan milenial Jepang dengan bekerja dari pagi hingga malam, bersantai sejenak setelah kerja atau makan bersama teman, kemudian pulang ke rumah.

“Satu-satunya tempat di mana mereka membeli bahan makanan mungkin adalah toko serba ada di dekat rumah, di mana mereka hampir tidak berbicara dengan siapa pun. Bagi mereka rumah hanyalah tempat mereka kembali dari bekerja untuk tidur,” katanya.

Dia melanjutkan pandemi virus corona telah membuat banyak orang lajang menyadari kenyataan tentang bagaimana mereka tidak mengenal siapapun di lingkungannya sendiri dan betapa mereka tidak memiliki orang dan lingkungan yang membantunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Syaiful Millah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper