Bisnis.com, JAKARTA -- Fraksi Demokrat menilai bahwa pelaksaan Pilkada yang dilakukan secara serentak 2024 terkesan terlaku dipaksanakan.
Hal itu diungkapkan Anggota DPR RI Herman Khaeron yang menyatakan fraksi-nya mendukung pelaksanaan Pilkada dilaksanakan terpisah dari Pilpres di tahun 2022 dan 2023.
Menurutnya, apabila pelaksanaan dua momen pemilihan umum dilakukan secara serentak pada 2024 akan membuat KPU kewalahan.
"Semua pihak harus menampung aspirasi dari masyarakat dan jangan sampai ada inkonsistensi dalam pembahasan RUU Pemilu," ucap Herman dikutip dari laman resmi DPR, Kamis (11/2/2021).
Dia juga meyampaikan, pemaksaan Pilkada dan Pilpres pada 2024 akan menguntungkan kelompok tertentu. Selain itu, hal ini juga akan menyebabkan kekosongan pemerintahan di daerah.
"Tentu ini juga akan menjadi masalah tersendiri begitu juga dengan penganggaran, bayangkan saja jika Pilkada, Pilpres, Pileg digabungkan di tahun 2024, akan sangat membutuhkan biaya yang sangat besar dan tentu ini akan terjadi ketidakseimbangan anggaran," ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Pimpinan DPR menunggu surat resmi dari masing-masing fraksi terkait rencana penarikan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu).
Namun, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menegaskan bahwa draf (RUU) Pemilu yang menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 merupakan hasil kesepakatan dari 9 fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Kesepakatan itu rencananya akan disampaikan kepada Pimpinan DPR untuk dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).
“Pada prinsipnya pimpinan DPR hanya menunggu surat resmi dari setiap fraksi DPR di Baleg,” kata Azis dikutip dari laman resmi DPR , Rabu (10/2/2021).
Azis menambahkan, jika semua fraksi di Baleg menyepakati untuk menarik pembahasan draf RUU Pemilu, maka Pimpinan DPR akan menarik pembahasan draf RUU Pemilu tersebut dalam daftar Prolegnas 2021.
Politisi Fraksi Partai Golkar itu memastikan bahwa sikap Fraksi Partai Golkar hari ini sepakat akan menarik atau menghentikan pembahasan revisi UU Pemilu dan mendukung Pilkada serentak nasional sesuai UU 10 Tahun 2016, yaitu dilaksanakan pada tahun 2024.
Keputusan itu diambil usai melakukan konsolidasi dan menyerap aspirasi, Golkar lebih mengutamakan untuk menarik dan mengikuti amanah Undang-Undang mengenai Pilkada secara serentak dilaksanakan di tahun 2024.
"Hal itu guna mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang saat ini sedang melakukan pemulihan ekonomi di masa pandemi," tukasnya.