Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN sebagai pemegang saham pengendali, mendukung PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memutus kontrak kerja sama sewa 12 unit pesawat Bombardier CRJ1000 dari Nordic Aviation Capital (NAC). Pasalnya, pesawat-pesawat tersebut memiliki masalah hukum dan membebani perusahaan.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan keputusan yang melandasi pemutusan kontrak leasing atau sewa pesawat berkapasitas 96 orang tersebut karena sejumlah hal.
"Kami tahu bagaimana kami mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik transparan akuntanbilitas dan profesional dimana juga melihat dari keputusan dari Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia dan juga penyelidikan Serious Fraud Office [SFO] dari Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat tahun 2011," jelasnya dalam konferensi pers, Rabu (10/2/2021).
Berdasarkan data yang dipegangnya, GIAA menjadi salah satu perusahaan penerbangan dengan beban leasing atau sewa pesawat paling tinggi di dunia hingga sebesar 27 persen.
Dengan demikian, Erick menegaskan kepada manajemen sangat mendukung upaya mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 kepada Nordic Aviation Capital (NAC) dan mengakhiri kontrak kerja samanya lebih cepat dari jadwal jatuh temponya pada 2027.
"Karena itu saya dengan tegas dan manajemen sangat mendukung kami memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ1000 untuk mengakhiri kontrak kepada Nordic Aviation Capital atau yang memang jatuh temponya tahun 2027," katanya.
Baca Juga
Selain itu, GIAA juga tengah melakukan negosiasi penyelesaian pembayaran lebih cepat terhadap kontrak financial lease terhadap 6 unit pesawat berjenis sama. Adapun, penyedia financial lease tersebut yakni Export Development Canada (EDC) yang memiliki masa sewa pesawat sampai 2024.
Menurutnya, proses negosiasi penghentian sewa 12 pesawat Bombardier ini sudah terjadi berulang kali antara Garuda Indonesia dan NAC. Sayangnya permintaan dari perseroan tersebut ditolak dalam negosiasi sehingga perseroan memutuskan penghentian secara sepihak terhadap kontrak 12 pesawat tersebut.
"Sayangnya early termination belum mendapatkan respon, sementara proses dengan EDC masih terus berlangsung," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel