Bisnis.com, JAKARTA - Nama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko kini menjadi sorotan. Dia disebut-sebut ingin mengkudeta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi ketua umum Partai Demokrat.
Hal ini sempat diungkapkan Kepala Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief. Dia menuding Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai orang yang ingin mengambilalih pucuk pimpinan partainya.
Terlepas dari benar atau tidaknya isu tersebut, seberapa kuat kekuatan finansial Moeldoko?
Berdasarkan penelusuran dari situs elhkpn.kpk.go.id, mantan Panglima TNI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 30 Maret 2020.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tersebut, total harta kekayaan Moeldoko mencapai Rp46.137.114.631.
Secara perinci, harta Moeldoko terdiri dari harta bergerak dan tidak bergerak. Untuk harta tidak bergerak, tercatat memiliki 11 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Bogor, Jakarta dan Pasuruan senilai Rp33.431.000.000.
Sementara untuk harta bergerak, mantan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Ini tercatat memiliki satu buah mobil Toyota Camry senilai Rp200 juta.
Moeldoko juga tercatat mempunyai harta bergerak lainnya sejumlah Rp204.000.000, serta kas dan setara kas senilai Rp6.694.614.631.
Selain itu, Moeldoko punya harta lainnya senilai Rp5.607.500.000. Dia pun tercatat tidak memiliki utang.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menuding ada upaya pihak Istana "mengkudeta" tampuk kepemimpinan di Partai Demokrat.
Menanggapi isu tersebut, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyampaikan bahwa hal itu menjadi tanggung jawabnya sebagai KSP.
“Jangan dikit-dikit Istana dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini karena beliau dalam hal ini tidak tahu sama sekali, tidak tahu apa-apa. Itu urusan saya, Moeldoko ini selaku KSP,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (1/2/2021).
Lebih lnjut, dia menampik kebenaran isu tersebut dan menduga bahwa kedatangan sejumlah kader Partai Demokrat untuk menemuinya menjadi asal muasal terbentuknya isu tersebut.
“Mungkin dasarnya foto-foto [para kader dengannya]. Orang dari Indonesia timur dari mana-mana kan pengen foto sama saya. Ya saya terima aja, apa susahnya,” ungkapnya kemudian.