Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Perpres Ektremisme, Moeldoko: Polisi Saja Tak Cukup

Moeldoko menilai adanya pelibatan seluruh elemen masyarakat dinilai dapat meningkatkan kewaspadaan akan potensi ekstremisme dan terorisme.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Senin (29/6/2020). Moeldoko mengungkapkan Presiden menegur keras menteri-menterinya agar mereka dapat lebih lebih sigap, cepat dan tepat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Senin (29/6/2020). Moeldoko mengungkapkan Presiden menegur keras menteri-menterinya agar mereka dapat lebih lebih sigap, cepat dan tepat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berharap masyarakat mendukung terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa salah satu poin penting pemerintah dalam Perpres ini adalah pelibatan masyarakat sipil dalam mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme.

Moeldoko menyebut, rasionalisasi terbitnya aturan ini karena tidak berimbangnya rasio jumlah penduduk dengan jumlah polisi.

"Jumlah polisi kita itu sekitar 470.000, jumlah penduduk kita sekitar anggap lah 270 juta. Jadi kalau dihitung satu polisi itu harus mengelola kurang lebih 500 masyarakat. Padahal di Jepang itu hanya 1:50," kata Moeldoko, Rabu (20/1/2021).

Selain itu, dia mengatakan adanya pelibatan seluruh elemen masyarakat ini dinilai dapat meningkatkan kewaspadaan akan potensi ekstremisme dan terorisme.

"Persoalan Kamtibmas itu tidak bisa hanya ditangani oleh kepolisian, negara, pemerintah, dan Pemda. Maka perlu pelibatan seluruh masyarakat Indonesia. Sifatnya adalah pemberdayaan. Itu saya pikir bagian dari demokrasi," ujarnya.

Setara Institute menilai isi Perpres tersebut memang memiliki rencana-rencana yang terpadu. Namun, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengingatkan, muatan partisipasi masyarakat ini tidak boleh menimbulkan pembenaran persekusi oleh kelompok masyarakat.

Dia menyatakan pemerintah masih harus memastikan ada batasan konsep partisipasi, sehingga tidak menimbulkan masalah dalam penegakan hukum.

"Bisa dalam bentuk peraturan BNPT atau Kapolri, yang pasti pelaksanaan harus akuntabel," kata Ismail, Senin lalu.

Dia juga tak setuju dengan pernyataan Moeldoko. Ismail menegaskan jika dibiarkan tak jelas, Perpres ini justru bukannya membawa pengaruh positif, namun justru disalahgunakan.

"Dikhawatirkan partisipasi ini menjadi justifikasi tindakan persekusi atas orang dan kelompok yang dianggap berpotensi VE (violent extremism)," kata Ismail.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.Co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper