Bisnis.com, JAKARTA – Data uji klinis vaksin Sinovac terakhir di Brasil menunjukkan bahwa efikasinya hanya 50,4 persen. Epidemiolog mengatakan agar tak fokus pada vaksinasi untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Pemerintah Brasil mengatakan bahwa vaksin Corona yang dikembangkan Sinovac Biotech hanya 50,38 persen untuk mencegah penambahan kasus Covid-19.
Meskipun sudah memenuhi syarat regulator global seperti WHO, FDA, dan EMA, namun angkanya jauh dari efikasi 78 persen yang diumumkan pekan lalu.
Menanggapi hal itu, Epidemiolog FKM UI Pandu Riono mengatakan bahwa hal tersebut menegaskan bahwa vaksin bukan menjadi “senjata pamungkas” untuk memutus penyebaran Covid-19.
“Ini memperkuat bahwa vaksinasi bukan Senjata Pamungkas. Lupakan Herd Immunity yg hanya ilusi. Fokus pd penguatan Tes - Tracing yg masih sangat Lemah & perilaku penduduk untuk 3M menjadi harus prioritas utama,” ujarnya melalui Twitter @drpriono1, Rabu (13/1/2021).
Mengutip Bloomberg, Pemerintah Sao Paulo mengatakan bahwa 78 persen efikasi dilihat dari kategori gejala yang dialami, yang dibagi menjadi enam yakni asimptomatik, gejala sangat ringan, ringan, moderat, dan berat.
Angka 78 persen dihitung dari mereka yang bergejala ringan, moderat, dan berat. Sementara, jika yang mengalami gejala sangat ringan dihitung di antara 13.00 relawan, angka efikasinya hanya 50,4 persen atau 167 orang terinfeksi pada penerima plasebo, dan 85 orang pada orang yang divaksin.
“Namun, vaksin bisa menekan intensitas penyebaran virusnya,” kata Ricardo Palacios, Direktur Medis Butantan, perusahaan riset yang bekerja sama dengan Sinovac dalam pengembangan vaksin.
Palacios juga mengatakan bahwa uji klinis dilakukan pada petugas medis, yang memang berisiko terpapar virus paling tinggi, dan dengan dua dosis vaksin yang diberikan dalam waktu berdekatan menjad jawaban dari rendahnya angka efikasi tersebut.
“Kami melihat seluruh kendalanya. Ketika jarak waktu pemberian antardosisnya pendek, maka respons imunnya juga akan makin rendah,” jelas Palacios.