Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Covid-19 Cetak Rekor, Jepang Nyatakan Keadaan Darurat untuk Wilayah Tokyo

Pemberlakuan keadaan darurat ini mencakup wilayah ibu kota dan prefektur sekitar Kanagawa, Saitama dan Chiba. Keadaan darurat ini akan diberlakukan mulai Jumat (8/1/2021) hingga 7 Februari mendatang.
Seorang warga Jepang berdiri di sudut jalan di kota Tokyo./Bloomberg
Seorang warga Jepang berdiri di sudut jalan di kota Tokyo./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengumumkan keadaan darurat pada Kamis (7/1/2021) untuk wilayah Tokyo dan sekitarnya menyusul laju infeksi Covid-19 yang mencapai rekor di ibu kota Jepang tersebut.

Pemberlakuan keadaan darurat ini mencakup wilayah ibu kota dan prefektur sekitar Kanagawa, Saitama dan Chiba. Keadaan darurat ini akan diberlakukan mulai Jumat (8/1/2021) hingga 7 Februari mendatang.

Suga akan mengadakan konferensi pers pada pukul 6 sore untuk membahas masalah tersebut. Tokyo mengumumkan 2.447 kasus virus corona baru pada Kamis, rekor tertingginya hingga saat ini.

Namun, keadaan darurat di Jepang tidak akan seperti pembatasan yang diberlakukan beberapa bagian Eropa. Pemerintah mengupayakan tindakan yang jauh lebih longgar dibandingkan keadaan darurat sebelumnya yang diberlakukan tahun lalu.

Warga akan diminta untuk tidak keluar rumah setelah jam 8 mala. Bar serta restoran akan diperintahkan untuk tutup pada waktu itu. Pihak berwenang tidak dapat menegakkan kepatuhan untuk saat ini, meskipun Suga berupaya mengubah undang-undang untuk menambahkan hukuman bagi bisnis yang tidak mematuhi tindakan pemerintah.

Yuki Masujima dari Bloomberg Economics memperkirakan deklarasi keadaan darurat tersebut dapat menggerus pertumbuhan ekonomi hingga 0,7 persen setiap bulannya. Tokyo dan daerah sekitarnya menyumbang sekitar sepertiga dari produk domestik bruto Jepang.

Melambungnya infeksi menjadi pukulan telak bagi Suga, yang berusaha memulihkan pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi, termasuk dengan menawarkan insentif perjalanan domestik untuk mendukung industri pariwisata. Dukungan publik terhadap Suga juga merosot.

"Ini meningkatkan kemungkinan kontraksi ekonomi," kata ekonom SMBC Nikko Securities Yoshimasa Maruyama mengenai keadaan darurat tersebut.

“Suga ingin menunggu sampai liburan Tahun Baru untuk membuat deklarasi dan itu membuatnya berada kewalahan untuk membatasi penyebaran virus,” lanjutnya, seperti dikutip Bloomberg.

Bahkan sebelum Suga pertama kali mengisyaratkan pengumuman keadaan darurat, pemulihan ekonomi diperkirakan akan melambat dalam tiga bulan pertama tahun 2021. Hal ini terlihat dari perusahaan yang mengurangi investasi dan rumah tangga memilih untuk menyimpang uang mereka.

Pembatasan kegiatan kemungkinan akan menghambat efektivitas paket stimulus ekonomi yang dibuat Suga bulan lalu, yang akan didanai oleh anggaran tambahan.

Ekonom Nomura Research Institute Takahide Kiuchi mengatakan paket stimulus ini tidak lagi sesuai dengan lingkungan saat ini.

“Pemerintah harus mengubah isi dari anggaran tambahan ketiga dan mengubah arah kebijakan ekonomi untuk memperkuat dukungan bagi perusahaan dan individu,” kata Kiuchi.

Ini akan menjadi keadaan darurat kedua di Jepang setelah deklarasi pertama dimulai pada bulan April. Namun, deklarasi kali ini diperkirakan tidak akan menimbulkan tekanan sebesar deklarasi pertama ketika virus tersebut menekan ekonomi dan menyeret ke kontraksi terburuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper