Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja Jepang mengatakan hampir 80.000 orang di negara ini telah atau akan kehilangan pekerjaannya akibat pandemi Covid-19.
Melansir NHK pada Selasa (22/12/2020), dalam banyak kasus, pekerja dipecat atau putus kontrak karena perusahaan mengalami kesulitan akibat memburuknya kinerja bisnis.
Para pejabat kementerian menemukan bahwa 78.153 orang telah atau akan menghadapi pengangguran antara akhir Januari dan 21 Desember. Mereka meyakini jumlah yang sesungguhnya tampaknya lebih tinggi, karena jumlah itu hanya mencakup kasus yang diketahui oleh biro tenaga kerja daerah dan kantor pencari kerja umum.
Baca Juga : Honda Tutup Salah Satu Pabriknya di India |
---|
Data hingga Jumat (18/12/2020) lalu menunjukkan bahwa sektor manufaktur terkena dampak terparah, dengan hilangnya 15.672 pekerjaan. Berikutnya adalah pub dan restoran dengan 10.935 karyawan kehilangan pekerjaan.
Dalam sektor ritel, sebanyak 10.384 orang dipecat, sementara 9.605 pegawai hotel dan 5.084 pekerja di agen pengerahan tenaga juga kehilangan pekerjaannya.
Berdasarkan provinsi, Tokyo memiliki jumlah terbesar orang yang dipecat dengan 19.005, diikuti oleh Osaka dengan 6.581.
Jumlah pekerja tidak tetap, termasuk paruh waktu, yang menghadapi pengangguran akibat pandemi antara 25 Mei dan Jumat lalu adalah 37.460.
Sementara itu, saat ini Jepang tengah berjuang menahan penyebaran virus Corona pada musim liburan. Hal ini telah mendorong beberapa pemimpin daerah untuk meminta warga melakukan tindakan pencegahan yang lebih ekstrem, yakni mengenakan masker di rumah.
Gubernur Tokyo Yuriko Koike dan rekan-rekannya di tiga prefektur tetangga, pada hari Senin lalu (21/12/2020), telah menulis pesan bersama yang mendesak para lansia dan orang-orang dengan masalah kesehatan dan mereka yang tinggal bersama kelompok ini untuk mengenakan masker di rumah selama liburan Tahun Baru.
Adapun meski Tokyo memiliki rekor 821 kasus harian baru minggu lalu, beberapa wilayah lain mulai melihat kurva mendatar atau bahkan menurun. Prefektur paling utara Hokkaido, yang pertama kali menghadapi gelombang terbaru, melaporkan 110 infeksi pada hari Senin, turun dari puncak 304 pada 20 November 2020.