Bisnis.com, JAKARTA - Hari Migran Sedunia yang diperingati setiap 18 Desember akan segera tiba.
KBRI Riyadh sudah menyelesaikan rangkaian kegiatan untuk memperingati International Migrants Day (IMD) atau Hari Migran Sedunia tersebut.
Kegiatan yang berlangsung selama sekitar tiga pekan tersebut secara resmi ditutup oleh Wakil Kepala Perwakilan RI di Riyadh Arief Hidayat, Jumat (11/12/2020) malam waktu setempat.
Pada puncak acara, terpilih dua orang pemenang “Pekerja Migran Indonesia (PMI) Awards”. Mereka dinilai menginspirasi dan dapat menjadi teladan bagi sesama PMI lainnya.
Tahun ini “PMI Awards” diraih seorang sopir bernama Kamaluddin asal Garut dan Susilawati, perempuan asal Sukabumi.
Kamaluddin telah bekerja di Riyadh selama 25 tahun, sedangkan Susilawati telah bekerja lebih dari 11 tahun sebagai asisten rumah tangga di Arab Saudi.
Baca Juga
Integritas pribadi yang menonjol, berhasil mengangkat ekonomi keluarga, serta mempunyai keberpihakan terhadap sesama WNI/PMI, dan berjiwa sosial tinggi menjadi alasan keduanya meraih PMI Awards.
Kepekaan Sosial Susilawati
Susilawati, tak segan berbagi membuat ART asal Sukabumi ini diganjar PMI Award./Istimewa-KBRI Riyadh
Susilawati atau biasa dipanggil Susi, berasal dari sebuah kampung di kabupaten Sukabumi. Ia terpaksa pergi ke Arab Saudi pada 2009.
Memperbaiki kondisi ekonomi keluarga menjadi alasan klasik pekerja migran pergi jauh dari kampung halamannya. Begitu juga Susi. Terlebih dia harus membiayai anak tunggalnya sementara saat itu Susilawati telah bercerai.
Susi bekerja sebagai asisten rumah tangga di kawasan Al-Narjis, Riyadh. Ia bekerja pada keluarga dengan majikan yang baik.
Kondisi itu membuatnya bisa mengembangkan diri. Sambil bekerja Susi berbisnis online berjualan pakaian dan kerudung produk Indonesia untuk sesama WNI/PMI di Arab Saudi.
“Lumayan, bisa untuk menambah penghasilan,” ujar Susi kepada Dewan Juri PMI Awards, seperti disampaikan KBRI Riyadh dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (15/12/2020).
Dengan penghasilan sebagai asisten rumah tangga dan bisnis sampingannya, Susi berhasil membangun rumah sendiri untuk keluarga dan orang tuanya di kampung halaman.
Susi juga mampu membeli sawah serta membiayai pendidikan anaknya yang kini sudah duduk di bangku SMK.
Di Riyadh, Susi ternyata tak hanya memperhatikan dirinya dan keluarganya belaka. Kepekaan sosial yang tinggi mendorong Susi ikut membantu sesama PMI yang kesusahan.
Kebijakan lockdown pada awal-awal wabah Covid-19 di Riyadh membawa dampak bagi para PMI. Saat itulah Susi tak enggan berbagi.
Kepada sesama PMI yang membutuhkan, Susi memberikan secara cuma-cuma pakaian dan kerudung yang seharusnya ia jual. Ia juga membagikan sembako.
“Saat situasi sulit kemarin, Susi menelepon saya untuk menyebar bantuan sembako,” ujar Subhan, salah satu aktivis komunitas “Viking KSA” Riyadh kepada pihak KBRI.
“Setidaknya ada lebih 30 orang yang mendapat bantuan dari Susi,” ujar Subhan.
Subhan mengenal Susi sejak 2013. Berawal dari memesan baju koko, Subhan kemudian diajak bekerja sama untuk mengantarkan baju-baju pesanan ke para pelanggan jualan Susi. Imbalannya, Subhan mendapat jasa ongkos kirim.
“Hebatnya, ada banyak orang yang menunggak pembayarannya tapi Susi tetap semangat dan tidak marah kepada mereka,” lanjut Subhan.
Kebaikan Susi tidak berhenti hanya sampai di situ.
“Luar biasa”, ujar Sujaya Kasim, salah satu sesepuh WNI di Riyadh yang juga menjadi Dewan Juri PMI Awards, “Susilawati menyampaikan kepada Panitia agar hadiah uang Rp2 juta yang didapatnya sebagai pemenang PMI Awards disumbangkan saja. Bisa ke masjid, panti asuhan atau orang-orang yang layak dibantu.”
Bagi Susi, rezeki yang dianugerahkan Allah kepadanya sudah sangat disyukuri.
“Saya sudah cukup bersyukur dan terharu terpilih sebagai pemenang PMI Award 2020,” kata Susi seperti ditirukan Sujaya.
Saat ini, Susi baru saja melunasi biaya haji untuk orang tuanya yang dijadwalkan berangkat sekitar 12 tahun ke depan.
Gaya Berbagi Kamaluddin
Kamaluddin, sukses dan tak segan berbagi dengan sesama PMI/Istimewa-KBRI Riyadh
Lelaki asal Garut, Jawa Barat, ini memutuskan merantau ke Arab Saudi pada 1995. Kamaluddin memutuskan “ngumbara” alias mengembara ke negeri yang jauh untuk mencari nafkah.
Kamal, begitu panggilan Kamaluddin, bertekad memperbaiki ekonomi keluarga karena usaha orang tuanya yang bangkrut. Saat itu, Kamal masih kelas II SMK.
Di Kawasan Malaz, Riyadh, Kamal bekerja sebagai sopir di rumah mantan menteri di Kerajaan Arab Saudi. Sang majikan rupanya sering tidak berada di rumahnya di Riyadh, sehingga Kamal memiliki banyak waktu luang dan memanfaatkannya untuk belajar bekam.
“Saya mengenal Kamal sejak 12 tahun lalu. Dulu ia belajar praktik bekam dari seorang ahli bekam asal Indonesia yang biasa dikenal dengan Master Arif,” terang Zainal Boim Arifin, salah satu teman dekat Kamal yang juga praktisi bekam.
“Jam terbang Kamal dalam bidang bekam dan pijat kini cukup tinggi. Pasiennya pun kebanyakan dari warga Saudi,” tambah Zaenal.
Sebagai praktisi bekam yang sudah mahir, Kamal tidak pelit berbagi ilmu. Ia kerap secara suka rela memberi pelatihan bekam kepada sesama PMI yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Dengan pelatihan bekam, Kamal memberi peluang kepada mereka untuk bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Mereka berlatih secara gratis alias tanpa harus memberikan imbalan.
Kawan-kawan di sekitarnya mengenal Kamal sebagai PMI yang suka memberi bantuan materil kepada mereka yang kurang beruntung.
Saat lockdown diberlakukan di Riyadh akibat Covid-19, Kamal juga aktif menjadi relawan bansos. Hal itulah yang antara lain mendorong teman-temannya mengajukan nama Kamal sebagai nominator penerima PMI Awards.
Di luar itu, Kamal juga banyak memanfaatkan kesempatan luang dengan aktif di forum kegiatan keagamaan, khususnya FORMATRA (Forum Majlis Ta’lim Riyadh). Ia bahkan kini ditunjuk sebagai ketua hariannya.
Keseriusan belajar agama mendorong Kamal untuk menghapal Al-Quran. Hasilnya, saat ini Kamal sudah menyelesaikan 15 juz alias menghapal separuh dari kitab suci umat Islam ini di luar kepala.
Di FORMATRA Kamal juga menjadi donator tetap dan biasa membantu antarjemput jamaah yang memiliki keterbatasan transportasi.
Dari sisi keberhasilan ekonomi, Kamal telah berjasa membantu meningkatkan ekonomi keluarga besarnya. Rumah yang ia bangun di kampung halaman, kini ditempati istri dan anak-anak, serta saudarinya.
Di Garut, kampung halamannya, Kamal juga berwirausaha dengan membuka toko sembako yang dikelola istrinya.
Tak hanya itu, pada 2018 Kamal mencoba mencari peruntungan bisnis dengan membuka kantor cabang dari sebuah perusahaan travel umrah di Jakarta.
Keberhasilan dan kebaikan Kamal dan Susi menjadi inspirasi bagi para PMI untuk tak takut berbagi.
Penghargaan yang diraih Kamal dan Susi pun menjadi bagian dari keceriaan peringatan IMD 2020 di Riyadh walau dalam situasi serba terbatas karena efek pandemi Covid-19.
Kegiatan berupa sarasehan dan diskusi mengenai isu-isu yang menjadi kepentingan para WNI di luar negeri terkait bidang ketenagakerjaan, kekonsuleran maupun hukum, serta pelatihan kopi dan wirausaha barista berlangsung dengan lancar.
Ada juga pemberian bantuan sosial kepada para WNI yang membutuhkan, serta beberapa perlombaan yang bersifat menghibur.
Semua kegiatan ini diprogramkan sesuai arahan Duta Besar RI di Riyadh Agus Maftuh Abegebriel.
“Dalam situasi sulit seperti saat ini, kita memerlukan kegiatan yang benar-benar memiliki nilai manfaat, dan mencerminkan keberpihakan kepada para WNI/PMI kita yang rentan,” tegas Dubes Agus Maftuh.
Menariknya, seluruh rangkaian kegiatan dimotori dan dilaksanakan para WNI/PMI sendiri dengan dukungan seperlunya dari KBRI.
“Alhamdulillah, meskipun berat dan melelahkan, tapi menuntaskan tugas-tugas kepanitiaan IMD menjadi nikmat karena semua kompak dan bersatu,” ungkap Khomari Suwardi, pekerja asal Madiun, yang didapuk sebagai ketua panitia.
Dalam situasi serba terbatas akibat pandemi, peringatan IMD 2020 tetap berjalan semarak dimotori Forum Konsolidasi Ormas dan Pegiat Pekerja Migran Indonesia Riyadh bekerja sama dengan KBRI.
Semangat berbagi Kamal dan Susi, serta semangat para PMI bergotong royong seperti menyadarkan kita di Tanah Air, bahwa hidup tak hanya bicara soal uang dan kekayaan.