Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menko Mahfud Sebut Mensos Bisa Dijerat Hukuman Mati, Asal...

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan hukuman mati bisa diterapkan apabila korupsinya dilakukan dalam keadaan tertentu.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud MD memberi sambutan pada pembukaan Kongres ke-XXXII HMI di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (1/3/2020). Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD berharap kepada Kongres ke XXXII HMI dengan agenda pemilihan Ketua Umum PB HMI harus bersatu demi terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur. ANTARA FOTO/Jojon
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud MD memberi sambutan pada pembukaan Kongres ke-XXXII HMI di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (1/3/2020). Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD berharap kepada Kongres ke XXXII HMI dengan agenda pemilihan Ketua Umum PB HMI harus bersatu demi terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut bahwa Menteri Sosial Juliari P. Batubara bisa saja dijerat dengan ancaman hukuman mati. Namun, untuk mencapai hal tersebut, perlu sejumlah unsur yang dipenuhi.

Saat ini juliari diketahui dijerat dengan asal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Ancaman hukuman mati terhadap koruptor diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) dalam UU "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan".

"Ada Pasal 2 Ayat (2) di UU Nomor 31 tahun '99, kalau korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu bisa dijatuhi hukuman mati. Nanti terserah KPK, nanti kan terus berproses pendakwaan itu, nanti kita lihat. Tetapi jelas ada perangkat hukum, kalau dilakukan dalam keadaan tertentu," kata Mahfud dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Minggu (6/12/2020).

KPK pertama-tama harus menjerat Juliari dengan Pasal 2 UU Tipikor untuk menerapkan ancaman hukuman mati. Sampai saat ini, KPK masih menjerat Juliari dengan Pasal 12 atau pasal suap.

KPK sendiri memastikan bahwa pihaknya akan mengembangkan kasus ini, termasuk kemungkinan untuk menerapkan Pasal 2 UU Tipikor terkait pengadaan bansos di Kemsos.

Selain menerapkan pasal 2 ayat (1) harus dipenuhi unsur korupsi tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu. Dalam hal ini, Mahfud mengatakan unsur keadaan tertentu adalah korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya. Kemudian terjadi bencana alam nasional, hingga negara dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter.

Adapun, dalam kasus Juliari, dia diduga melakukan tindak pidana korupsi ketika status Covid-19 sebagai bencana non-alam. Akan tetapi, ancaman hukum mati itu bisa saja dikenakan, tergantung tafsir ahli terkait bencana non-alam dan bencana alam nasional di persidangan.

"Bisa, tinggal mencari ahli apakah bencana alam nasional ini lebih kecil dibandingkan dengan bencana Covid-19 yang sudah ditetapkan juga oleh negara berdasarkan Perpres. Kalau secara ilmiah itu bisa ditemukan, tentu tuntutan bisa dilakukan ke situ juga, dakwan dan tuntutannya," ucap Mahfud.

Sebelumnya, KPK menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19)

Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper