Bisnis.com, SYDNEY - Australia akan meramaikan lomba pengembangan peluru kendali atau rudal untuk mengimbangi China dan Rusia.
Negeri Kanguru itu berencana bergabung dengan Amerika Serikat untuk mengembangkan rudal jelajah hipersonik.
China dan Rusia juga tengah mengembangkan senjata serupa.
"Kami akan terus berinvestasi pada kemampuan canggih untuk memberikan opsi lebih banyak kepada Pasukan Pertahanan Australia demi menghadang agresi terhadap kepentingan Australia," kata Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds, Selasa (1/12/2020).
Reynolds tidak mengungkapkan berapa besar anggaran yang dikeluarkan Australia dalam pengembangan rudal tersebut. Ia juga tidak menyebutkan kapan senjata itu akan dapat dioperasikan.
Sebelumnya, Australia telah menyisihkan 9,3 miliar dolar Australia (setara Rp97 triliun) pada tahun ini untuk sistem pertahanan rudal jarak jauh berkecepatan tinggi, termasuk penelitian hipersonik.
Juli lalu, Australia menyebutkan akan meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan hingga 40 persen selama 10 tahun ke depan.
Hal itu dilakukan agar Australia mempunyai kemampuan serangan jarak jauh di darat, laut, dan udara.
Langkah tersebut muncul di tengah perluasan fokus militer Canberra dari kawasan Pasifik ke Indo-Pasifik.
Rudal hipersonik mampu menjelajah dengan lebih dari lima kali kecepatan suara. Kombinasi kecepatan, kemampuan bermanuver, serta ketinggiannya membuat rudal jenis ini sulit dilacak dan dihadang.
Tahun lalu, Rusia meluncurkan rudal nuklir hipersonik pertama milik negara itu. Sedangkan Pentagon, yang menguji rudal hipersonik serupa pada 2017, menargetkan peluncuran senjata berkemampuan perang milik mereka itu pada awal atau pertengahan 2020.
Sementara China juga telah meluncurkan, atau hampir meluncurkan, sistem persenjataan hipersonik dengan hulu ledak konvensional, menurut analis pertahanan.
Kolaborasi Australia dengan AS dalam pengembangan rudal ini, bagaimana pun, dapat memicu ketegangan hubungan lebih lanjut antara Australia-China, yang kini tengah memanas.
Pada Senin (30/11), misalnya, pejabat senior China mengunggah gambar palsu yang menyebutkan bahwa China mengutuk aksi kejahatan yang dilakukan oleh tentara Australia kepada anak Afghanistan.
Pemerintah Australia menuntut China memohon maaf atas hal ini.