Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak terlalu larut dalam euforia penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif nonaktif Edhy Prabowo.
Hal ini lantaran KPK hingga kini belum berhasil menangkap buronan kasus suap pergantian antar waktu (PAW) DPR Harun Masiku. "Dalam konteks ini ICW pun mempertanyakan kenapa aktor selevel menteri dapat ditangkap KPK, sedangkan Harun Masiku tidak?" ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Kamis (26/11/2020).
Kurnia mengatakan belum tertangkapnya Harun disebabkan Deputi Penindakan enggan mengevaluasi tim satgas yang ditugaskan untuk memburu Harun Untuk itu, ucap Kurnia, akan lebih baik apabila pimpinan KPK segera membubarkan tim satgas Harun Masiku dan menggantinya dengan satgas lain.
Kurnia menyarankan KPK untuk mengganti tim satgas Harun dengan satgas yang berhasil menangkap, Edhy Prabowo, mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono, serta Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto. Dalam hal ini tim yang dipimpin oleh Novel Baswedan.
Kendati demikian, pada dasarnya ICW mengapresiasi kinerja penyidik KPK atas kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.
Namun, menurutnya, proses hukum tersebut tidak begitu saja dapat diartikan bahwa kondisi KPK masih seperti sedia kala. Sebab, menurutnya, sejak berlakunya UU 19/2019, penindakan KPK menurun drastis.
Baca Juga
"Selain karena adanya ketidaksamaan visi di antara Pimpinan KPK, hal lain juga terkait proses penindakan yang semakin melambat karena adanya Dewan Pengawas," jelasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Mereka adalah Edhy Prabowo, Staf kgusus Menteri KKP Syafri, Andreu Pribadi Misanta, Pengurus PT ACK Siswadi, Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin sebagai penerima suap.
"Sebagai Penerima Disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers, Rabu (25/11/2020).
Sementara itu sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Suharjito yang merupakan Direktur PT DPP sebagai tersangka.
Dia disangkakan melanggar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.