Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Sitorus meminta pemerintah terutama Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PUPR memberikan perhatian khusus terhadap kinerja korporasi dan kondisi keuangan BUMN Karya.
Pasalnya, pihaknya menerima sejumlah laporan bahwa terdapat banyak BUMN Karya yang dalam kondisi kesulitan keuangan, karena berbagai hal.
“Saya mengamati dan mendengar kondisi, khususnya keuangan dari BUMN Karya kita yang hampir semuanya terkendala arus kas dan likuiditas akibat berbagai faktor,” kata Deddy, melalui keterangan resmi seperti dikutip Kamis (19/11/2020)
Menurutnya, BUMN Karya cukup terbebani penugasan berbagai proyek strategis pemerintah, investasi sendiri, dan banyaknya tagihan atau kewajiban yang belum dibayarkan pemerintah.
"Ditambah lagi pandemi Covid-19 yang akhirnya mempengaruhi pelaksanaan proyek dan mempengaruhi kinerja keuangan korporasi,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, masalah ini akhirnya berdampak terhadap kemampuan BUMN Karya untuk menyelesaikan proyek-proyek investasinya dan kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban kepada pihak ketiga.
Baca Juga
“Efek dominonya proyek berjalan lambat artinya buruh tidak bekerja, supplier, vendor dan sub-kontraktor tidak memasok, akhirnya berpengaruh ke sektor tersier seperti warteg, retail, angkutan, pemondokan, dan sektor konsumsi lainnya,” ujarnya.
Deddy menerangkan bahwa saat ini semua BUMN Karya menunda pembayaran atau kewajiban kepada pihak ketiga. Bahkan, lanjut dia, utang atau penundaan kewajiban oleh BUMN Karya itu banyak yang sudah berusia tahunan.
Padahal, lanjut dia, para pihak ketiga ini, baik vendor, sub-kontraktor maupun leasing yang punya tagihan ke BUMN juga mempunyai kewajiban kepada pihak lain, termasuk perbankan.
"Para pengusaha kecil dan menengah yang menjadi mitra kerja para BUMN Karya ini sudah puluhan yang mengeluh langsung kepada saya. Mereka mengaku terpaksa melakukan PHK, menghentikan operasi dan dikejar-kejar oleh bank karena tagihan mereka kepada BUMN Karya macet total,” terangnya.
Bahkan, lanjut Deddy, tagihan macet BUMN Karya ini tidak hanya terjadi pada proyek-proyek investasi atau Proyek Strategis Nasional tetapi juga terjadi di proyek-proyek yang sumber dananya berasal dari APBN.
“Selain karena terlambatnya pelaksanaan proyek, tagihan kepada pemerintah yang juga belum direalisasikan, hal ini terjadi karena BUMN harus menjaga arus kas yang terganggu secara keseluruhan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Deddy berharap agar pemerintah segera memanggil BUMN Karya, Menteri BUMN, dan kementerian teknis maupun lembaga terkait lainnya untuk segera mengatasi persoalan tersebut.
Pemerintah diminta segera melunasi kewajibannya, agar BUMN Karya mampu menyelesaikan tagihan dari para mitra kerjanya, karena dampaknya terhadap ekonomi riil sangat nyata dan berbahaya.
"Ke depan kondisi ini agar menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan BUMN. Penugasan kepada BUMN harus memperhatikan banyak aspek dan tidak boleh merusak fundamental bisnis dan kinerja korporasi," ujarnya.
Pihaknya juga meminta BUMN harus cermat dalam menilai kemampuannya melaksanakan semua penugasan dan apabila terlalu berat tentu bisa dipikirkan kemitraan strategis dengan swasta.
"Jangan mau ambil semua tetapi memaksakan diri, akhirnya kesulitan sendiri, apalagi ketika mengombinasikan penugasan negara dengan investasi jangka panjang yang dapat mengganggu likuiditas maupun arus kas,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga diminta disiplin dalam melaksanakan kewajiban terhadap BUMN. Pasalnya setiap penundaan pembayaran berimplikasi buruk terhadap BUMN dan pihak ketiga yang umumnya pengusaha kecil dan menengah.
“Jadi pemerintah harus bergerak cepat agar BUMN Karya tidak terpuruk dan akhirnya banyak pengusaha kita yang ikut tenggelam dan ribuan orang harus di PHK,” pungkasnya.