Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Xi Jinping secara efektif mensterilkan parlemen Hong Kong dari kelompok oposisi prodemokrasi.
Tindakan pada institusi paling demokratis di bawah pemerintahan China itu mengirimkan pesan kepada Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden bahwa tidak ada tekanan yang akan mendorongnya mentolerir perbedaan pendapat terhadap Partai Komunis.
Badan legislatif tertinggi China kemarin mengeluarkan resolusi yang memungkinkan untuk mendiskualifikasi setiap anggota parlemen Hong Kong yang dianggap tidak cukup setia.
Pemerintahan Kepala Eksekutif Carrie Lam segera mencopot empat legislator yang mendorong 15 orang lainnya untuk mengundurkan diri.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan pelanggaran yang dilakukan para oposisi termasuk mendukung kemerdekaan Hong Kong, menolak mengakui kedaulatan China, meminta negara asing untuk campur tangan, gagal untuk menegakkan Hukum Dasar wilayah dan terlibat dalam tindakan lain yang membahayakan keamanan nasional.
"Kita perlu memiliki badan politik yang terdiri dari para patriot," kata Lam dilansir Bloomberg, Kamis (12/11/2020).
Baca Juga
Dia menepis kekhawatiran bahwa Hong Kong akan memiliki badan legislatif yang mudah mengambil keputusan dengan mengatakan keberagaman pendapat tetap akan diterima.
Fernando Cheung, salah satu anggota parlemen mengatakan langkah ini memperjelas bahwa kediktatoran telah turun ke Hong Kong dan Partai Komunis China dapat membasmi semua suara yang menentang di badan legislatif.
"Tidak ada lagi pemisahan kekuasaan, tidak ada lagi 'satu negara, dua sistem,' dan oleh karena itu tidak ada lagi Hong Kong seperti yang kita ketahui," katanya.
Resolusi tersebut adalah tanda terbaru dari tekad China untuk menekan perbedaan pendapat setelah protes antipemerintah tahun lalu yang menyerukan pemilihan di wilayah semiotonom itu.
Sejak itu, Beijing telah mengeluarkan serangkaian tindakan yang menegaskan kendali yang lebih besar atas Hong Kong, pertama menargetkan aktivis demokrasi yang turun ke jalan dan kini mengejar pembangkang di lembaga-lembaga demokrasi yang didirikan di bawah pemerintahan kolonial Inggris itu.
Negara-negara G7 menuduh China melanggar ketentuan perjanjian penyerahannya dengan Inggris, sementara pemerintahan Trump mencabut banyak hak istimewa yang diberikan kepada kota tersebut dan memberikan sanksi kepada lebih dari selusin pejabat senior yang mengawasi wilayah tersebut.
Kemenangan Biden memberikan kesempatan untuk mengatur ulang hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia. Namun dalam kampanyenya, Biden telah berjanji untuk menindak tegas Beijing yang mengikis otonomi Hong Kong.
Langkah China kemarin tidak memberi AS banyak pilihan selain meningkatkan ketegasan terutama mengingat bagaimana kota itu telah lama berada di persimpangan jalan demokrasi Barat dan pemerintahan Komunis.
Pemerintah Barat termasuk Inggris dan Australia mengutuk tindakan China, sementara Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O'Brien memperingatkan sanksi baru dalam sebuah pernyataan.
"Dengan keputusan ini, China menunjukkan bahwa dia tidak peduli dengan Barat, dengan AS," kata Jean-Pierre Cabestan, seorang profesor di departemen studi internasional dan pemerintah Universitas Baptis Hong Kong.
Menurutnya akan sangat sulit bagi Biden untuk melonggarkan kebijakan AS tentang China dan Hong Kong.
Anggota parlemen yang didiskualifikasi pada hari Rabu yakni Alvin Yeung, Dennis Kwok, Kwok Ka-ki dan Kenneth Leung, termasuk di antara anggota badan yang lebih moderat, dan tidak dikenal sebagai pendukung kemerdekaan. Mereka termasuk di antara 12 kandidat yang dilarang pada Juli lalu untuk mencalonkan diri dalam pemilihan.
Ditanya apakah dia berusaha untuk melarang taktik penundaan parlemen yang umum dilakukan oleh badan legislatif di seluruh dunia, Lam berjanji untuk menghormati tanggung jawab check and balance dari badan tersebut.
"Mereka ingin mengubah Dewan Legislatif menjadi Kongres Rakyat Nasional," kata anggota parlemen prodemokrasi James To.
Anggota parlemen bergandengan tangan dan meneriakkan slogan protes. Sebelum keputusan itu, pemerintah Hong Kong telah menunda pemilihan untuk Dewan Legislatif selama setahun dengan alasan kekhawatiran virus Corona.
Antony Dapiran, seorang pengacara yang berbasis di Hong Kong mengataan keputusan kemarin berarti bahwa pihak berwenang kini akan dapat secara efektif menggulingkan anggota parlemen yang menghalangi agenda Beijing.
"Artinya, secara efektif, akhir dari oposisi yang berarti di Hong Kong dan percepatan integrasi Hong Kong ke dalam negara partai daratan [China]," katanya.
China memperingatkan negara-negara lain untuk tidak mengomentari tindakan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin menyebut masalah tersebut murni urusan dalam negeri China.
Di Hong Kong, anggota parlemen prodemokrasi yang keluar mengatakan mereka akan terus berjuang untuk kebebasan politik bahkan ketika meninggalkan badan legislatif.
"Anda mungkin berpikir kami telah kalah dalam pertarungan, tetapi saya dapat memberitahu Anda bahwa itu sama sekali tidak benar," kata Lam Cheuk-ting, salah satu dari mereka yang mengundurkan diri.