Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prediksi Hubungan AS-China, Biden Mungkin Saja Bangun Perlawanan Kolektif

Biden diprediksi akan membangun tanggapan kolektif untuk menekan China daripada melakukan aksi sendirian seperti dilakukan Trump.
Capres AS Joe Biden saat merayakan kemenangannya dalam Pilpres AS di Wilmington, Delaware, AS, Sabtu (7/11/2020)./Antara-Reuters
Capres AS Joe Biden saat merayakan kemenangannya dalam Pilpres AS di Wilmington, Delaware, AS, Sabtu (7/11/2020)./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Biden bukanlah orang baru bagi China. Presiden terpilih AS itu sempat terlibat perundingan dengan Xi Jinping saat keduanya menjabat wakil presiden.

Meski begitu, relasi AS - China tidak akan serta merta mencair setelah Trump tak lagi berkuasa di Gedung Putih mulai 20 Januari mendatang.

China sendiri sejauh ini masih terkesan membisu dan tidak ada ucapan selamat secara resmi dari Xi Jinping kepada Biden.

Sementara itu, media yang dikelola pemerintah seperti China Daily mengungkapkan harapan bahwa hubungan China-AS bisa "diatur ulang menjadi lebih baik".

Sementara itu Global Times meminta Beijing berkomunikasi dengan tim Biden "secara menyeluruh" untuk membawa China-AS dalam hubungan yang "bisa diprediksi dengan baik".

Di sisi lain, Global Times juga mengingatkan agar China tetap realistis.

“China tidak boleh menyembunyikan ilusi bahwa pemilihan Biden akan membuat hubungan China-AS  mereda atau membawa kondisi yang berkebalikan, China juga tidak harus melemahkan keyakinannya dalam meningkatkan hubungan bilateral, "kata Global Times dalam editoral pada Minggu malam.

Global Time juga menegaskan bahwa "China harus menjadi negara yang tidak dapat ditekan atau didestabilisasi oleh AS, dan menjadikan kerja sama dengan China adalah pilihan terbaik bagi AS untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya." 

Pendukung Perundingan

Biden sejak 1970-an dikenal sebagai pendukung perundingan dengan Beijing. Biden juga pernah mengadakan pertemuan ekstensif dengan Xi ketika keduanya menjabat sebagai wakil presiden pada 2011.

Tapi itu masa lalu, kini Biden dihadapkan pada kenyataan sikap China yang mengeras selama dekade terakhir.

Saat kampanye, Biden mengecam Beijing atas tindakannya di Hong Kong, menjuluki kebijakannya terhadap minoritas Muslim di wilayah barat Xinjiang sebagai "tidak beradab" dan menyebut presiden China sebagai "preman".

Perubahan sikap Biden atas China mencerminkan pergeseran yang lebih luas di Washington. China mulai dilihat kubu Republik maupun Demokrat sebagai ancaman bagi kepemimpinan AS di dunia.

Hal itu terbaca ketika Trump memberlakukan sanksi tarif untuk arang-barang China dan mengambil tindakan keras terhadap perusahaan-perusahaan China macam Huawei Technologies Co hingga Bytedance Ltd ., pencipta TikTok.

Biden kemungkinan akan melanjutkan tekanan  Trump terhadap China sambil bekerja lebih dekat dengan sekutu AS untuk mengendalikan Beijing demi memperluas persaingan strategis yang semakin intensif.

"Pemerintahan baru perlu melindungi tuduhan bersikap lunak terhadap Beijing," kata James Green, yang menjabat sebagai diplomat AS di Asia selama pemerintahan Obama dan Trump.

"Kembalinya hubungan AS-China pada pertengahan tahun 2010 tidak ada dalam rencana," ujarnya.

Opini publik AS tentang China telah memburuk setelah bertahun-tahun kritik atas praktik perdagangan negara itu, kebijakan hak asasi manusia, dan pandemi Covid-19, yang berasal dari kota Wuhan.

Itu akan sulit untuk dibalik, terutama karena AS berjuang untuk mengelola gelombang ketiga wabah setelah 230.000 orang Amerika meninggal karena virus.

Perubahan terbesar Biden dari Trump kemungkinan besar adalah pendekatannya terhadap sekutu.

Jika Trump menyerang mitra tradisional Amerika seperti Jepang, Korea Selatan, dan Eropa karena mengandalkan komitmen pertahanan dan tudingan kecurangan dalam perdagangan, Biden akan mengambil jalan lain.

Mantan wakil presiden di era Barack Obama ini justru berjanji untuk bekerja sama dengan mereka secara erat demi menandingi China pada berbagai prioritas mulai dari hubungan bisnis, isu Hong Kong, hingga penguasaan teknologi 5G. 

Peralihan kembali ke politik aliansi kemungkinan akan membuat Beijing frustrasi.

"Biden mungkin mencoba meningkatkan hubungan dengan sekutu, dan bersatu untuk mencoba menekan China," kata He Weiwen, mantan pejabat di konsulat China di San Fransisco dan New York.

"Saat ini, hubungan AS dengan Eropa sedang memburuk, sehingga sulit untuk mengumpulkan sekutu untuk menekan China. Jika Biden meningkatkan hubungan dengan sekutu Eropa, ini akan berbahaya bagi China, " ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper