Bisnis.com, JAKARTA - Undang-undang Cipta Kerja terus mengalami perubahan meski telah disahkan 1 bulan yang lalu.
Perubahan pasal, perbedaan bab hingga jumlah halaman yang berbeda-beda membuat publik merasa janggal. Bahkan setelah disahkan menjadi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja pada 2 November 2020, kesalahan masih ditemukan.
Hal itu terlihat dari ketidaksinkronan pada Pasal 6 BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha dengan Pasal 5 BAB II tentang Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup.
Adapun, bunyi dari Pasal 6 ialah "Peningkatan eksositem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi: a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan d. penyerderhanaan persyaratan investasi," demikian kutipan Pasal 6 dalam UU Cipta Kerja.
Pasal itu dinilai janggal, karena Pasal 5 yang menjadi rujukan ternyata tidak memiliki satu ayat pun. Adapun bunyi dari Pasal 5 "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."
Selain Pasal 6 dan Pasal 5, ada juga kesalahan redaksional yang ditemukan pada halaman 223 Pasal 40. Pasal tersebut berbunyi "Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) diubah sebagai berikut."
"Ketentuan Pasal I angka 21 dan angka 22 diubah dan angka 23 dihapus sehingga Pasal 1 Berbunyi sebagai berikut."
Pda Pasal 1 ayat (3) tertulis bahwa Minyak dan gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui adanya sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis dalam UU tersebut. Meski demikian, Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu menegaskan kesalahan tersebut hanya bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja. Kemensetneg telah menyampaikan kepada Sekjen DPR untuk menyepakati perbaikan dalam UU tersebut.
"Setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR, Kementerian Sekretariat Negara telah melakukan review dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis. Kemensetneg juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya," jelasnya, Selasa (3/11/2020).
Sementara itu, masih terus berubahnya UU Cipta Kerja meski sudah melewati paripurna menjadi sebuah keanehan dalam tata negara.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti Asep Iwan Iriawan beberapa waktu lalu menyebutkan ia bingung dengan terus berubahnya aturan ini.
"Sepengetahuan saya berdasarkan undang-undang undang pembentukan perundang-undangan Nomor 12 Tahun 2011 jo UU No 15 Tahun 2019 kalau sudah 'ditok' berarti titik sudah selesai. Kalau ada perubahan pasal,bab dan sampai jumlah halaman, saya tidak tahu jawabnya," katanya kepada Bisnis.
Asep menyebutkan sebaiknya pemerintah dan DPR sebagai pembuat Undang-undang menjelaskan dasar aturan yang membuat perubahan terus terjadi meski sudah ditetapkan sebagai undang-undang.