Bisnis.com, JAKARTA - Keretakan hubungan antara Prancis dan negara-negara Islam kian berkembang setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan awal bulan ini bahwa Islam berada dalam "krisis".
Ketegangan meningkat setelah guru Bahasa Prancis Samuel Paty terbunuh pada 16 Oktober di dekat sekolahnya di siang hari bolong.
Guru tersebut sebelumnya menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-muridnya.
Sejak kejahatan itu, pejabat Prancis dianggap mengaitkan pembunuhan itu dengan Islam.
Setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik Macron dengan mengatakan pemimpin Prancis itu membutuhkan "pemeriksaan kesehatan mental" atas sikapnya terhadap Islam, beberapa pemimpin dunia lainnya turut mengecam termasuk Arab Saudi dan Iran.
Sedangkan, puluhan ribu orang menghadiri aksi protes di Bangladesh yang menyerukan boikot barang-barang Prancis.
Asosiasi pedagang Arab juga melakukan tindakan yang sama sehari sebelumnya.
Kemaran juga diperkirakan akan muncul setelah Presiden Turki akan ditampilkan di sampul majalah satir Charlie Hebdo, sebuah majalah satir yang sering memuat gambar-gambar kontroverisal seperti diumumkan pihak majalah itu.
Tweet tersebut menunjukkan sampul yang menampilkan karikatur Erdogan yang duduk di kursi dan mengangkat gaun seorang wanita untuk memperlihatkan bagian belakangnya dengan teks "Erdogan-dia sangat menyenangkan secara pribadi."
Dalam perkembangan lain, Prancis mendesak UE untuk mengambil tindakan terhadap Turki pada pertemuan puncak berikutny setelah Presiden Erdogan mempertanyakan kesehatan mental Presiden Macron dan menyerukan pemboikotan barang-barang Prancis.
“Prancis bersatu dan Eropa bersatu. di Dewan Eropa berikutnya, Eropa harus mengambil keputusan yang akan memungkinkannya memperkuat keseimbangan kekuatan dengan Turki untuk lebih membela kepentingannya dan nilai-nilai Eropa ,” ujar Menteri Perdagangan Franck Riester kepada anggota parlemen seperti dikutip Aljazeera.com, Rabu (28/10/2020).
Sementara itu, parlemen Turki mengutuk pembelaan Macron atas karikatur Nabi Muhammad tersebut dan menyebutnya berpotensi membuat perpecahan global.
Empat partai termasuk Partai AK yang berkuasa, menyatakan bahwa pernyataan Macron dapat menyebabkan "konflik destruktif" di antara orang-orang yang berbeda keyakinan.