Bisnis.com, JAKARTA - Tujuh tersangka dalam kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung hingga saat ini tidak dijebloskan dalam tahanan.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Ferdy Sambo mengatakan penyidik tidak menahan para tersangka karena memiliki alasan tersendiri.
Para tersangka kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung tersebut tidak ditahan setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Polri, Selasa (27/10/2020).
"Penyidik tidak melakukan penahanan karena tersangka dianggap kooperatif, dengan jaminan penasihat hukumnya," kata Brigjen Sambo kepada Antara di Jakarta, Rabu (28/10/2020).
Pada Selasa (27/10), tujuh dari delapan tersangka kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Bareskrim Polri.
Sementara satu tersangka yang tidak hadir adalah pejabat pembuat komitmen Kejaksaan Agung berinisial NH dengan alasan sakit.
Selanjutnya penyidik menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap NH pada Senin (2/11/2020).
"Tersangka pejabat pembuat komitmen NH akan diperiksa pada 2 November 2020," tutur Sambo.
Setelah gelar perkara Bareskrim bersama Kejagung, penyidik menyimpulkan penyebab awal kebakaran berasal dari kelalaian aktivitas merokok lima tersangka yang merupakan tukang bangunan.
Saat itu mereka bekerja di Aula Biro Kepegawaian Lantai 6 Gedung Utama Kejaksaan Agung.
Api cepat menjalar dipicu adanya sisa cairan pembersih merek Top Cleaner yang ada di setiap lantai. Cairan pembersih itu ternyata mengandung solar.
PT APM merupakan perusahaan cleaning service yang disebut menjalin kerja sama dengan NH, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kejagung dalam pengadaan minyak pembersih Top Cleaner.
Delapan orang akhirnya ditetapkan menjadi tersangka. Mereka adalah S, H, T, K, IS, UAM, RS, dan NH.
Tersangka S, H, T, dan K adalah tukang bangunan, IS adalah tukang wallpaper, UAM merupakan mandor.
Sementara RS adalah Direktur PT APM dan NH adalah pejabat pembuat komitmen Kejaksaan Agung.
Kepada para tersangka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka terancam hukuman hingga lima tahun penjara.