Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Cipta Kerja Dinilai Abaikan Perlindungan Pekerja

Wahyu Susilo menyebut kebijakan ketenagakerjaan dalam beleid tersebut akan lebih banyak tunduk pada kebijakan ekonomi.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM se Sumatera Selatan berdemo di Simpang Lima DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Rabu (7/10/2020). Mereka menuntut pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR, karena dinilai merugikan para pekerja di Indonesia. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM se Sumatera Selatan berdemo di Simpang Lima DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Rabu (7/10/2020). Mereka menuntut pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR, karena dinilai merugikan para pekerja di Indonesia. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Migrant Care Wahyu Susilo menilai Undang-Undang Cipta Kerja memberi sejumlah kerugian bagi buruh maupun pekerja migran. Regulasi ini juga dinilai mengenyampingkan atau abai pada perlindungan sosial untuk pekerja.

Pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR diketok pada 5 Oktober 2020. Gelombang protes bermunculan mulai dari serikat pekerja, mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat lainnya.

Wahyu Susilo menyebut kebijakan ketenagakerjaan dalam beleid tersebut akan lebih banyak tunduk pada kebijakan ekonomi. Padahal, filosofi hukum perburuhan adalah melindungi kaum pekerja yang lemah.

“Regulasi ketenagakerjaan lebih mengintegrasikan persoalan ketenagakerjaan sebagai kebijakan politik dan mengenyampingkan kebijakan sosial,” katanya saat webinar 'Nasib Buruh Pasca UU Cipta Kerja', Senin (12/8/2020).

Dia menerangkan, semula UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) akan disinkronkan dalam draf UU Cipta Kerja. Kemudian, muncul draf yang mengeluarkan UU tersebut dalam sinkronisasi setelah muncul kesepakatan bahwa klaster ketenagakerjaan dikeluarkan.

Wahyu menyebut setelah sempat dikeluarkan, muncul akrobat legislasi yang mengingkari kesepakatan-kesepakatan awal. Pada akhirnya, UU No. 18/2017 masuk dalam UU yang disinkronkan dan cenderung dilemahkan.

Pasalnya, UU 18/2017 bertujuan untuk memperketat perketat perizinan dan ruang gerak Perusahaan Pengerah Pekerja Migran Indonesia. Sedangkan, pada Bab Ketenagakernan di draf Cipta Kerja berpotensi merelaksasi perizinan dan ruang gerak P3MI.

“ini merupakan pengingkaran terhadap spirit perlindungan migran Indonesia,” terangnya.

Di sisi lain, pengesahan UU Cipta Kerja dinilai tidak pada waktunya. Pasalnya, saat ini Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Kaum pekerja diyakini menjadi kelompok rentan dari ancaman Covid-19.

Kementerian Ketenagakerjaan seharusnya menjadikan kaum pekerja sebagai basis prioritas setelah memiliki memiliki data pekerja yang di PHK serta peningkatan angka pengangguran.

Selain itu, sekitar 166.000 pekerja migran terpaksa kembali ke Tanah Air setelah mengalami PHK. Mereka bahkan tak masuk dalam skema ketenagakerjaan sosial di Kementerian Ketenagakerjaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper