Bisnis.com, JAKARTA – China menghukum taipan properti Ren Zhiqiang dengan penjara 18 tahun atas tuduhan korupsi, beberapa bulan setelah dia mengkritik penanganan Presiden Xi Jinping terhadap wabah virus corona.
Dilansir dari Bloomberg, pengadilan di Beijing menjatuhkan vonis terhadap mantan chairman Huayuan Property Co., tersebut atas termasuk korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan setelah mengaku bersalah di persidangan.
Dia dihukum karena secara terbukti menggelapkan lebih dari 49,7 juta yuan ($ 7,7 juta), menerima lebih suap lebih dari 1,25 juta yuan. Selain itu itu, juga terbukti menggelapkan dana publik senilai 61,2 juta yuan antara tahun 2003 dan 2017.
Namun, pendukung Ren yakin bahwa vonis tersebut merupakan hukuman atas atas kritik tajamnya terhadap Xi Jinping. Mereka beralasan bahwa Ren menjalani audit sebelum mengundurkan diri dari jabatannya di Huayuan Property pada tahun 2011 yang seharusnya menemukan kesalahan. Namun, perusahaan mengatakan pada 2015 bahwa tinjauan atas laporan audit telah disetujui.
Ren terlihat sebagai yang paling vokal dalam meng mengkritik pemerintah China. Dia merupakan anggota elit ekonomi terkemuka berasal dari keluarga yang kental dengan tradisi Partai Komunis dan pernah dekat dengan para pemimpin senior partai.
Baca Juga
Vonis tersebut tersebut menjadi peringatan kepada setiap kritikus Xi, yang telah memerintah China sejak 2012 dan mengumpulkan lebih banyak kekuatan daripada pemimpin Partai Komunis mana pun sejak Mao Zedong.
Ren, yang merupakan putra mantan pejabat tinggi Kementerian Perdagangan, membangun reputasi karena komentarnya tajam di platform media sosial Weibo sebelum dia mengkritik tuntutan Xi atas tuntutan loyalitas yang lebih besar dari media pemerintah pada tahun 2016, yang menyebabkan ia diskors dari partai.
Pengusaha berusia 69 tahun tersebut telah diselidiki sejak Maret, ketika dia diduga menjadi sebagai sumber artikel anonim yang mengkritik krisis di pemerintahan atas upaya awal menutupi virus corona di Wuhan.
Artikel tersebut memperingatkan terhadap meningkatnya konsentrasi kekuatan, yang menggambarkan "pemimpin besar" negara itu sebagai "badut tanpa pakaian yang masih bertekad untuk berperan sebagai kaisar."
Meskipun awalnya Xi mendesak para pejabat untuk "memahami, menoleransi, dan memaafkan" sejumlah kritik yang timbul akibat penanganan virus corona, pihak berwenang terlihat semakin agresif sejak pandemi Covid-19 mengancam pertumbuhan ekonomi China.
Seorang profesor hukum Universitas Tsinghua dihukum menjalani tahanan rumah setelah menerbitkan artikel yang mengkritik aturan orang tunggal, sementara seorang pensiunan profesor Sekolah Partai Pusat kehilangan tunjangan pensiunnya setelah memberikan pidato yang mendesak pergantian pemimpin.