Bisnis.com, JAKARTA — Aksi demo menuntut pengunduran diri perdana menteri dan reformasi monarki di ibu kota Thailand, Bangkok, terus berlanjut hingga hari ini.
Dalam aksinya, pengunjuk rasa telah memasang plakat di dekat Istana Kerajaan di Bangkok yang menyatakan bahwa 'negara itu milik rakyat, bukan milik raja'.
Para pimpinan pengunjuk rasa mengatakan bahwa plakat itu merupakan pengganti atas plakat serupa yang menandai berakhirnya monarki absolut pada tahun 1930-an yang hilang tiga tahun silam.
Setelah menggelar demo yang diikuti puluhan ribu orang kemarin, merekka mendirikan kemah dan menginap di lapangan di dekat istana kerajaan untuk melanjutkan aksinya pada hari ini seperti dikutip BBC, Minggu (20/9).
"Ganyang feodalisme, hidup rakyat," teriak sejumlah pengunjuk rasa. Sampai sejauh ini belum ada laporan yang menyebutkan adanya kekerasan.
Unjuk rasa anti-pemerintah itu disebut sebagai salah satu aksi protes terbesar dalam beberapa tahun, yang sedikitnya melibatkan 15.000 orang, ungkap kepolisian Thailand.
Baca Juga
Sejak Juli lalu, demonstrasi digelar untuk menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014 dan memenangkan pemilu yang disengketakan tahun lalu.
Demonstrasi yang dipimpin aktivis mahasiswa yang semula digelar di pelataran kampus Universitas Thammasat kemudian dipindah ke lapangan di sebelah istana kerajaan, yang selama digunakan untuk upacara kerajaan.
"Saya berharap orang-orang yang berkuasa melihat betapa pentingnya rakyat," kata salah-seorang pemimpin aktivis mahasiswa, Panupong 'Mike' Jadnok, di hadapan kerumunan pendemo.
Beberapa orang juga mendesak reformasi monarki, walau desakan ini berarti mendekatkan diri dengan risiko dari undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang ketat di Thailand.
Protes sebelumnya, pada pertengahan Agustus, diikuti sekitar 10.000 orang pengunjuk rasa, menurut polisi Thailand.