Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun sudah tak lagi tercantum dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, aturan kewajiban tes rapid atau swab tetap ada.
Daripada dihapuskan atau dicabut, sejumlah epidemiolog bahkan menyarankan untuk melakukan perjalanan antarkota atau internasional agar diwajibkan melakukan swab test untuk memastikan penumpang tidak berkontribusi menambah penyebaran kasus.
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa penghapusan aturan tes tersebut bisa berakibat fatal.
“Sekarang kalau aturan rapid test dihapuskan, apakah diganti dengan wajib swab test atau tidak ada sama sekali? Kalau tidak diganti dengan yang lebih baik ya jangan dihapus,” terangnya kepada Bisnis, Selasa (8/9/2020).
Sayangnya, harga swab tes malah jauh lebih mahal daripada harga tiket penerbangan, apalagi tiket kapal laut dan kereta api. Berdasarkan penelusuran Bisnis, beberapa rumah sakit membanderol harga untuk tes swab PCR dengan kisaran Rp1,5 juta – Rp3,5 juta.
Harga yang mahal umumnya sudah termasuk cek kesehatan dan biaya dokter.
Baca Juga
Adapun daftar harga tes Swab PCR di beberapa rumah sakit sebagai berikut:
1. RS Bina Waluya 1,9 juta - Rp2,6 juta
2. RS THT Proklamasi 2,3 juta - Rp3,5 juta
3. Abdi Waluyo 2,5 juta – Rp3,5 juta
4. RS Husada Swab Test Drive Thru Rp500.000
5. RS Yarsi Swab Test Drive Thru Rp2,5 juta
6. RS Mitra Keluarga Rp1,5 juta
Sementara harga rapid tes di beberapa rumah sakit tersebut umumnya berada di kisaran Rp250.000 – Rp500.000. Harga ini juga sudah termasuk mahal mengingat sebelumnya Kementerian Kesehatan sudah memberikan harga acuan tertinggi untuk rapid test sebesar Rp150.000
Sedangkan, harga tiket penerbangan ke Surabaya berdasarkan penelusuran Bisnis, Selasa (8/9/2020) berkisar antara Rp417.800 – Rp1,41 juta. Kemudian, ke Yogyakarta berkisar antara Rp367.300 – Rp1,06 juta, dan ke Padang Rp572.900 – Rp1,75 juta.
“Ke Padang ini masih ada kewajiban bawa hasil swab tes, sementara yang lain setidaknya bawa hasil rapid tes,” kata Tri Yunis.
Namun, menurut Tri Yunis, hasil rapid test masih bisa diandalkan daripada tidak ada tes sama sekali sebagai upaya membendung penyebaran kasus impor (imported case) dari wilayah berisiko tinggi ke wilayah lain.
“Meskipun akurasinya tidak 100 persen seperti swab tes, setidaknya dengan rapid test kita bisa mendeteksi penularan seseorang pada hari kelima sampai 10. Ini lebih bagus daripada tidak ada deteksi sama sekali,” tegasnya.