Bisnis.com, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menyoroti penyelewengan oknum penegak hukum dan industrialisasi hukum yang koruptif di Indonesia.
Dalam cuitannya di Twitter, Mahfud mengatakan bahwa masalah tersebut bisa lebih mudah diselesaikan jika Indonesia menerapkan sistem pemerintahan yang otoriter. Namun, lanjutnya, otoriterisme bukanlah pilihan bangsa.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) September 3, 2020
Mahfud juga menegaskan bahwa praksis demokrasi kerap menghadapi kendala. "Ide baik sering sulit diwujudkan krn tergantung jg pd institusi dan pejabat lain yg wewenangnya jg dijamin oleh UU," ujarnya.
Meski begitu, Mahfud meyakini bahwa demokrasi tetap lebih baik daripada monarki, karena demokrasi tidak secara mutlak menggantungkan diri pada kekuasaan "seorang" monark.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan pentingnya moral dalam penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya hukum sering menjadi industri.
Dia mengatakan lembaga peradilan dan penegakan hukum jangan hanya menegakkan sanksi yang bersifat normatif. Mereka juga harus mengkampanyekan sanksi moral atau otonom atas hal-hal yang berada di luar norma hukum.
Menurutnya, aturan dan sistem hukum yang dibuat di Indonesia sudah bagus karena selalu berpijak pada kebaikan. Namun masih menimbulkan sejumlah masalah.
Kondisi ini disebabkan munculnya nafsu dan keserakahan di dalam diri oknum penegak hukum. Hukum kata dia sering menjadi industri, yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar.
"Merekayasa pasal, buang barang buktinya, dan macam-macam. Karena hukum bisa diindustrikan. Maka kalau ada orang yang bertengkar, mau menang, oknum hakim bisa tahu pihak mana yang mau dimenangkan," katanya melalui keterangan resmi, diterima Kamis (3/9/2020)
“Dia bisa memilih undang-undang, dan pasal-pasal yang cocok bagi pihak yang mau dimenangkan," terangnya.
Dari pelbagai pilihan tersebut, di situlah letak moral dan kearifan penegak hukum ditempatkan. Kata Mahfud, kebaikan yang melekat pada sistem hukum selalu akan berbenturan dengan nasfsi koruptif dan keserakahan pada pelaksananya.
“Tinggal konsistensi serta sanksi moral dan otonom inilah yang menjadi amat penting," terang Mantan Menteri Pertahanan itu.
Sementara itu, saat menjadi pembicara kunci peluncuran 28 buku di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (2/9/2020), Mahfud menyebut fungsi MK sebagai lembaga hukum memang sangat instimewa. Pasalnya lembaga ini mencakup tiga bagian dalam ilmu hukum, yakni filosofi hukum, asas hukum yang lahir dari filosofi hukum, dan norma hukum.
"MK itu unik dan istimewa, bekerja di tiga tataran ini. Berbeda dengan peradilan lain."
Saat ini menurutnya, masih banyak orang yang mencampuradukkan antara filosofi, asas, dan norma hukum. Diingatkannya, filosofi dan asas hukum, tidak menimbulkan sanksi.
"Pada intinya, hukum yang bernilai filosofi dan asas, tidak memiliki sanksi. Yang ada, hanya sanksi moral atau disebut sanksi otonom," ujar Mahfud.