Bisnis.com, JAKARTA – Laman corona.jakarta.go.id menunjukkan bahwa secara zonasi pengendalian Covid-19 DKI Jakarta mayoritas sudah masuk ke zona kuning. Namun, para epidemiolog mengatakan bahwa zonasi tersebut tak tepat.
Dalam situs tersebut, ditunjukkan bahwa mayoritas kawasan di Jakarta sudah zona kuning, hanya beberapa titik yang masuk zona merah, meski tambahan kasus Covid-19 mencapai seribuan pada Senin (31/8/020).
Kepala Departemen Epidemiologi FKM UI Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa untuk zonasi, indikator yang digunakan Pemerintah DKI Jakarta kurang tepat.
“Saya bingung juga, sekarang pemerintah daerah itu dengan indikator yang salah dari satgas, yang dipakai dari satgas baik epidemiologis, kesehatan publik, dan layanan kesehatan. Itu semua diskoring dan dijadikan zonasi, merah, oranye, kuning, hijau. Ini menurut saya nggak tepat,” terangnya.
Seharusnya, untuk zonasi yang dilihat cukup indikator epidemiologis saja, katanya.
Per Senin (31/8/2020), DKI Jakarta mencatatkan tambahan 1.029 kasus baru, sehingga totalnya sebanyak 40.309 kasus. Adapun, kasus sembuh bertambah 404 sehingga totalnya menjadi 30.538 kasus. Sementara itu, kasus meninggal bertambah 16 orang menjadi 1.202 kasus.
Baca Juga
“Kalau berdasarkan indikator epidemiologisnya ya Jakarta merah semua,” tegasnya.
Menurut Yunis, zonasi DKI Jakarta mayoritas kuning lantaran banyak indikator lain selain epdemiologis yang skornya tinggi, seperti indikator fasilitas layanan kesehatan dan kesehatan publik.
“Misalnya indikator kesehatan publiknya dan fasilitas layanan kesehatannya tinggi, akhirnya menarik skoring epidemiologis yang merah menjadi kuning secara keseluruhan. Lalu, ada bantuan seperti fasilitas kesehatan yang sebetulnya punya negara, tapi dipakai DKI,” kata dia.
Wisma Atlet misalnya, menjadi salah satu fasilitas negara yang menguntungkan bagi DKI, sehingga skoring layanan kesehatannya baik.
Epidemiolog lainnya yang juga dari UI Pandu Riono menegaskan bahwa zonasi yang dipakai Satgas Covid-19 maupun pemerintah daerah itu tidak tepat.
“Jangan pakai zonasi itu sesat,” tegasnya.
Namun, Pandu mengatakan, bagi masyarakat untuk bisa melihat kondisi dan menentukan penanganan yang tepat untuk wilayahnya, tetap bisa memantau ketiga indikator, epidemiologis, kesehatan publik, dan fasilitas layanan kesehatan masing-masing, bukan melihat dari zonasinya.
Dengan adanya lonjakan kasus, Pandu mengatakan agar pemerintah daerah, baik di DKI Jakarta dan bahkan di seluruh Pulau Jawa agar menerapkan PSBB yang ketat.
“Langkah ini pasti tak akan dipilih karena ekonomi jadi komandan. Pilihan lainnya ya lakukan pembatasan sosial berbasis komunitas atau lokal dengan serius,” jelasnya.