Bisnis.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memberikan sanksi berat terhadap Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran etik.
Diketahui Firli bakal menjalankan sidang etik pada Selasa (25/8/2020) besok atas dugaan pelanggaran etik.
Koalisi juga mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK agar memerintahkan Firli Bahuri untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua lembaga antirasuah.
"Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat kepada Ketua KPK diikuti dengan perintah agar yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya," ujar Peneliti ICW yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Kurnia Ramadhana, Senin (24/8/2020).
Menurut Kurnia pelanggaran etik yang dilakukan Firli tidak hanya penggunaan helikopter pribadi saja. Firli, sudah cukup 'akrab' dengan dugaan pelanggaran etik semenjak menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Saat menjadi Deputi Penindakan, Firli diduga sempat bertemu dengan pihak yang sedang berpekara di KPK. Firli juga diketahui sempat memberikan akses khusus terhadap salah seorang saksi yang akan diperiksa penyidik.
Baca Juga
"Pada saat itu Firli Bahuri luput dari sanksi karena langsung ditarik oleh instansi asalnya yaitu Polri," kata Kurnia.
Sementara itu saat menjabat sebagai ketua KPK, Firli Bahuri juga terindikasi melanggar kode etik. Misalnya, lanjut Kurnia, Firli terkesan abai dalam melindungi pegawai yang saat itu diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Menurut Kurnia pengabaian ini serius lantaran hal yang menimpa pegawai KPK sebenarnya terindikasi sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan sebagaimana diatur UU Tipikor.
"Artinya, pengabaian Ketua KPK itu patut diperiksa lebih lanjut apakah merupakan bagian dari penghalang-halangan penyidikan tersebut atau tidak. Apabila terbukti maka bukan hanya pelanggaran etik yang terjadi tetapi tindak pidana," katanya.
Selain itu, menurut Kurnia, Firli juga diduga ikut andil dalam upaya pengembalian ‘paksa’ salah seorang Penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, ke institusi Polri.
Dalam kasus ini, ujar Kurnia, Firli Bahuri tertangkap basah berbohong karena alasan yang dia ungkapkan bahwa pengembalian Rossa Purbo Bekti diminta oleh Polri kemudian dibantah oleh pihak Kepolisian.
"Tindakan-tindakan semacam ini tentu tidak dapat dibenarkan, karena akan semakin menciptakan citra buruk terhadap institusi KPK," ujarnya.
Oleh sebab itu, Kurnia menilai Dewan Pengawas semestinya melihat dugaan pelanggaran kode etik ini sebagai suatu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Bahkan, menurut Kurnia, Firli Bahuri sudah melanggar sumpah/janji pimpinan KPK yang tertera dalam UU yaitu “dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membedabedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya”.
"Jika hal ini terus menerus dibiarkan tanpa ada tindakan yang tegas bukan tidak mungkin di waktu mendatang tindakan tersebut akan berulang. Selain itu, Dewan Pengawas pun juga akan dinilai publik telah gagal dalam menegakkan kode etik di internal kelembagaan KPK," ungkapnya.