Bisnis.com, JAKARTA – Perekonomian Thailand mengalami kontraksi terparah dalam lebih dari dua dekade terakhir, karena sektor perdagangan dan pariwisata masih tertekan oleh pandemi virus corona global.
Dilansir Bloomberg pada Senin (17/8/2020), Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Thailand menyatakan produk domestik bruto (PDB) terkontraksi 12,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meskipun masih di atas proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg, yang memperkirakan kontraksi 13 persen, kontraksi merupakan yang terbesar sejak krisis keuangan Asia pada 1998 sekaligus menyeret Negeri Gajah Putih ini ke dalam jurang resesi.
Prospek ekonomi Thailand tahun ini menjadi yang paling buruk di Asia mengingat ketergantungannya pada ekspor dan pariwisata, yang keduanya mengalami pukulan keras di tengah wabah Covid-19.
Tekanan ekonomi Thailand juga diperparah oleh mata uang baht yang naik lebih dari 6 persen pada kuartal II/2020. Baht menjadi mata uang berkinerja terbaik kedua di Asia sepanjant tahun ini.
Sekretaris Jenderal Dewan Ekonomi Thosaporn Sirisumphand mengatakan pemerintah memfokuskan kekhawatiran ekonomi pda lapangan kerja, kredit macet, dan usaha kecil dan menengah.
“Belanja pemerintah akan tetap menjadi pendorong ekonomi utama tahun ini, karena semua pendorong lainnya tetap lemah,” ungkap Thosaporn, seperti dikutip Bloomberg.
Dewan Ekonomi memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi minus 7,3 hingga -7,8 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar minus 5-6 persen. Perkiraan tersebut mengasumsikan bahwa pendemi dapat mereda kuartal keempat tahun ini dan tidak ada gelombang kedua yang besar.
"Yang terburuk mungkin sudah berakhir, tapi masih belum ada alasan untuk bergembira," kata ekonom Oversea-Chinese Banking Corp, Howie Lee.
“Dari sini kami memperkirakan laju pemulihan ekonomi akan bertahap, dengan banyak tantangan yang masih dihadapi perekonomian Thailand,” lanjutnya.