Bisnis.com, JAKARTA - Pimpinan Majelis Ulama Indonesia menilai sertifikasi halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama tidak memiliki tata kelola yang baik.
Badan itu dinilai hanya menyentuh kalangan menangah atas, dan tidak menyentuh kalangan menengah bawah umat Islam. Wakil Ketua Dewan Halal Nasional MUI, Muhamad Nadratuzzaman Hosen, mempertanyakan dasar dari penentuan halal oleh BPJPH.
"Wajib sertifikasi ini, kalau menjadi wajib dalam bahasa agama, itu tidak bisa ditinggalkan. Saya melihat sampai saat ini siapa sih yang jadi guru halalnya," kata Nadratuzzaman, Minggu (9/8/2020).
Selain itu, katanya, perlu adanya pemahaman lebih komprehensif terhadap kegiatan usaha, utamanya usaha mikro. Dia melihat, aturan dari BPJPH lebih untuk kalangan usaha menengah ke atas.
"Usaha kecil itu, ultra mikro itu, kalau mau disertifikasi takut. Takut ketahuan tidak halalnya, akhirnya tidak jualan nanti bagaimana. Jadi kita tahu dahulu psikologis masyarakatnya. Kita ini kan jangan melihat yang menengah ke atas. Nah saya lihat peraturan yang dibuat oleh BPJPH itu hanya cocok untuk menengah ke atas. Yang menengah ke bawah, di mana umat Islam disitu paling banyak justru tidak tergarap. Ini problem utamanya," katanya.
Sebelumnya, dalam diskusi mengenai produk halal sehari sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch M Ikhsan Abdullah mengatakan Indonesia Halal Watch (IHW) menggugat Kepala BPJPH Sukoso di Pengadilan Tata Usaha Negara karena telah meresmikan PT Sucofindo dan Pusat Pemeriksa Halal Universitas Hasanudin sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) tanpa melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca Juga
Padahal, terangnya, sesuai Pasal 14 UU/33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) BPJPH harus melibatkan MUI dalam membentuk LPH.
“Mengenai auditor halal. Auditor halal itu harus dilakukan sertifikasinya oleh MUI, tapi yang terjadi BPJPH maju sendiri,” terangnya.
Menurut Ikhsan, yang dilakukan BPJPH keliru. Bahkan, dalam pembentukan LPH, terdapat dua keterangan yang berbeda. Yakni MUI mengaku tidak dilibatkan dalam kerja sama pembentukan. Sementara BPJPH mengaku bahwa sudah ada kerja sama.
“Ini kan artinya bohong BPJPH ini. Saya ingin tahu, apakah benar atau tidak. Lewat surat resmi, dijawab MUI- kami belum pernah melakukan kerjasama dengan BPJPH. BPJPH bilang sudah [ada kerja sama],” beber dia.
Dia mengaku lebih memercayai ulama, dalam hal ini MUI sehingga dia beberapa kali menyurati ketua BPJPH, Sukoso. Namun belum juga mendapatkan jawaban hingga melayangkan somasi, namun belum juga digubris.
Pakar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad meminta BPJPH mempercepat penerbitan kebijakan-kebijakan untuk mendukung pelaksanaan proses sertifikasi halal yang menjadi tugas dan fungsi badan tersebut.
"Mempercepat penerbitan kebijakan-kebijakan dengan meningkatkan koordinasi kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kementerian/lembaga terkait," kata dia.
Suparji juga mendorong BPJPH memastikan kehalalan produk yang beredar di wilayah Indonesia dengan meningkatkan pengawasan yang melibatkan pemangku kepentingan terkait.