Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Kisah ABK Long Xing 629 yang Diperlakukan Tak Manusiawi

ABK diwajibkan menandatangani surat perjanjian kerja seperti rincian mengenai gaji, asuransi, dan juga konsekuensi meliputi sanksi jika tidak patuh.
nWarga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial. ANTARA FOTO/Hasnugara
nWarga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial. ANTARA FOTO/Hasnugara

Bisnis.com, JAKARTA - RF salah seorang anak buah kapal (ABK) di Long Xing 629 menceritakan pengalaman kerjanya di atas kapal yang telah melenyapkan nyawa empat kawannya lantaran eksploitasi.

Berawal penanda tanganan kontrak kerja dengan operator kapal berbendera China Long Xing 629 setelah melamar di perusahaan manning agency (perusahan pengirim ABK).

Dia mengaku telah mendapat pelatihan mental dan pengoperasian alat tangkap kapal. RF juga mendapat akomodasi makan dan tempat tinggal.

Sebelum berangkat melaut, ABK diwajibkan menandatangani surat perjanjian kerja seperti rincian mengenai gaji, asuransi, dan juga konsekuensi meliputi sanksi jika tidak patuh atau melawan kepada nahkoda kapal.

Dari situ perasaan RF sudah tidak enak. Namun, lantaran sudah sudah kepalang menerima pelatihan dan ada sanksi harus mengganti biaya akomodasi selama pelatihan, RF memutuskan tetap berangkat.

RF menjelaskan terdapat dua kelompok kerja di kapal tersebut, yakni setting (menjaring ikan) dan hauling (mengangkut ikan). Kelompok setting bekerja dari jam 1 dini hari sampai 10 siang.

Setelah selesai, kelompok hauling akan dibangunkan untuk mulai bekerja. Sebelum mulai, ABK diberi waktu makan hanya 10 menit. Setengah dari anak setting akan ikut bekerja untuk membantu kelompok hauling hingga pukul 8 malam.

Artinya, ABK kelompok setting bisa bekerja hingga 19 jam. Sementara kelompok hauling bekerja hingga 18 jam karena selesai pada pukul 4 pagi. Setiap ABK diberi makan setiap 6 jam.

"Di atas kapal kami diperlakukan tidak seperti manusia. Kami diberi makan makanan yang sudah kedaluarsa, seperti ayam yang sudah lama di freezer dan makanan ikan untuk ikan yang kami pancing. Kadang sudah lama dan bau," ujarnya dalam webinar Pencarian Keadilan Korban Perdagangan Orang di Kapal Ikan Asing, Selasa (28/7/2020).

Padahal para awak kapal China menyimpan banyak stok makanan enak di dalam tempat penyimpanannya sendiri.

Adapun untuk air minum, para ABK minum air laut yang disuling yang ketika diminum bau besi. Akibatnya, RF beserta rekan ABK lainnya sering merasa sesak setiap bangun tidur setelah minum air sulingan.

Tak hanya jam kerja yang berlebihan dan fasilitas makanan yang tidak manusiawi, ABK juga seringkali mendapat perlakuan kasar seperti dipukul.

"Wakil mandor juga semena-mena. ABK yang belum pandai kerja dipukul. Kami takut melawan karena kalau melawan ada sanksi kontrak kerja. Kami kan ingin membawa hasil, bukan musibah," ungkapnya.

Dengan cara kerja yang tidak manusiawi tersebut, sejumlah ABK beberapa sakit. Mendengar ada yang sakit, nahkoda kapal hanya sebatas memberikan suntikan, infus dan obat china yang lagi-lagi sudah kedaluarsa.

Seperti diberitakan sebelumnya, terdapat empat ABK WNI yang bekerja di kapal Long Xing 629 yang meninggal. Tiga orang di antaranya meninggal di atas kapal sehingga jenazahnya dilarung di laut lepas. Adapun satu orang meninggal di rumah sakit di Busan, Korea Selatan.

Kejadian ini menimbulkan kecurigaan dari pihak pemerintah Indonesia terkait dengan kehidupan di atas kapal yang tidak layak hingga menyebabkan kematian ABK WNI.

Hal serupa juga ditemukan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau Arie Dharmanto pada kasus dua ABK WNI yang melompat dari kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901 ke perairan Pulau Karimun.

"Ini menyayat hati kita di mana anak bangsa yang notabene menambah devisa, tetapi diperlakukan semena-mena oleh perusahaan kapal ikan tersebut," katanya.

Carut marut pengiriman ABK WNI ke kapal ikan memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh kementerian dan lembaga terkait.

Selain lemahnya penegakan hukum, sebagian besar kasus disebabkan oleh rendahnya pengetahuan calon ABK terkait dengan kontrak kerja yang banyak merugikan ABK.

Kebanyakan ABK bekerja tanpa melalui pelatihan kerja yang sesuai ketentuan dan juga adanya dugaan pemalsuan dokumen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper