Bisnis.com, JAKARTA – Gempa berkekuatan 7,8 skala Richter (SR) di selatan Semenanjung Alaska pada Rabu (22/7/2020) terjadi sebagai akibat patahan dorong pada atau dekat antarmuka zona subduksi antara lempeng Pasifik dan Amerika Utara.
United States Geological Survey (USGS) dalam laman resminya menyatakan solusi mekanisme fokus awal menunjukkan gempa dipicu pada patahan yang menurun dangkal ke barat laut atau tajam ke tenggara.
Lokasi, mekanisme, dan kedalaman—dan ukuran besar gempa—semuanya konsisten dengan slip yang terjadi pada antarmuka zona subduksi antara kedua lempeng tersebut.
Di pusat gempa ini, lempeng Pasifik bertemu dengan Amerika Utara ke barat laut dengan kecepatan sekitar 64 mm per tahun, menghantam parit Alaska-Aleutians 125 km di sebelah tenggara pusat gempa.
Meskipun umumnya digambarkan sebagai titik-titik pada peta, gempa bumi dengan ukuran ini lebih tepat digambarkan sebagai tergelincir pada area sesar yang lebih besar. Sesar yang terdorong gempa 22 Juli 2020 ini diperkirakan sekitar 120 x 50 km.
Gempa bumi besar sering terjadi di zona subduksi Alaska-Aleutian. Sejak 1900, tercatat enam gempa bumi lainnya kekuatan 7 SR dan yang lebih besar telah terjadi dalam jarak 250 km dari peristiwa hari ini.
Yang terbesar adalah gempa berkekuatan 8,2 SR pada 10 November 1938, yang terjadi di lokasi yang hampir sama dengan gempa 22 Juli 2020 ini.
Palung Alaska-Aleutian juga menyebabkajn gempa bumi terbesar kedua yang dicatat oleh instrumentasi seismik modern, berkekuatan 9,2 SR pada 27 Maret 1964, yang berpusat sekitar 250 km dari bencana hari ini, dan di ujung timur area patahan ini juga terhadi ngempa besar pada 1938.
Peristiwa pada 1938 menghasilkan tsunami kecil yang direkam baik secara lokal maupun di Hilo, Hawaii. Namun, lokasi gempa yang terpencil hanya mengakibatkan sedikit dampak terhadap manusia dan infrastruktur.