Bisnis.com, JAKARTA – Universitas Harvard dan Pemerintah Amerika Serikat mengakhiri perselisihan di antara keduanya terkait dengan visa untuk mahasiswa pendatang.
Seperti dikutip dari Bloomberg, kesepakatan ini memastikan para mahasiswa asing tidak harus kembali ke negara asal mereka. Kedua belah pihak bersepakat untuk membatalkan aturan yang mewajibkan mahasiswa mengambil minimum satu kelas secara langsung untuk tetap mendapatkan izin tinggal di AS.
Hal itu disampaikan oleh Hakim Distrik A. Allison Burroughs pada Selasa (14/7/2020) waktu setempat. Keputusan ini diambil setelah pemerintah AS mendapatkan gugatan dari 17 negara bagian. Gugatan terhadap kebijakan itu juga datang dari ratusan perguruan tinggi dan perusahaan teknologi terbesar di Negeri Paman Sam.
Untuk periode semester musim gugur yang akan datang, Harvard telah memutuskan seluruh kegiatan kuliah akan dilakukan secara secara daring. Sementara itu, Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengusung konsep belajar mengajar hibrida antara daring dan luring.
Harvard dan MIT merupakan dua universitas yang melayangkan tuntutan kepada pemerintah AS. Mereka menyatakan bahwa Pemerintah AS tidak mempertimbangkan dampak buruk dari kebijakan itu kepada mahasiswa. Mereka juga menyatakan bahwa langkah kebijakan tersebut akan menimbulkan kerugian ekonomis kepada AS.
Pasalnya, mahasiswa asing berperan penting dalam perkembangan inovasi di AS. Selain itu, para mahasiswa asing ini juga dinilai berperan besar dalam mendorong produk domestik bruto (PDB) AS.
Baca Juga
“Kebijakan ini dapat mengakibatkan kerugian sebesar US$10 miliar terhadap PDB AS, yang setiap tahun dikontribusi oleh mahasiswa internasional,” bunyi tuntutan Harvard dan MIT, dikutip dari Bloomberg, Rabu (15/7/2020).
Harvard dan MIT menyatakan bahwa secara teori mahasiswa yang mengambil kelas daring memang dapat tetap berkuliah dari negara asalnya masing-masing. Namun, hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan serius dalam proses kuliah
Sejumlah faktor, seperti perbedaan zona waktu, kualitas koneksi internet, dan konflik bersenjata di sejumlah negara asal para mahasiswa dinilai bakal mengganggu proses kuliah.
Selain itu, Harvard dan MIT menilai kebijakan sebelumnya dapat menggerus pendapatan mereka. Pasalnya, setiap tahun mahasiwa internasional menjadi menjadi salah satu sumber pendapatan utama universitas tersebut.
Kebijakan baru ini juga menimbulkan kekhawatiran luas di perguruan tinggi yang menuai pendapatan miliaran dolar dari siswa internasional setiap tahun.
Pendapatan kampus-kampus top tersebut memang sedang tertekan lantaran harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk pengembalian uang atas penutupan kelas selama pandemi. Di sisi lain, pendanaan dari pemerintah kepada universitas negeri juga kian menyusut.