Bisnis.com, JAKARTA – Menjalarnya ketegangan antara China dan Amerika Serikat hingga lingkup finansial mendorong pemerintah Negeri Tirai Bambu untuk mempromosikan penggunaan mata uang yuan secara global.
Dalam beberapa pekan terakhir, semakin banyak pejabat pemerintah dan pengamat pasar mendesak upaya ini, apalagi setelah undang-undang keamanan baru yang diterapkannya di Hong Kong memicu ancaman pembalasan dari Washington.
Meski ancaman macam itu masih jauh dari diterapkan oleh AS karena berpotensi dapat merusak kepentingan Amerika dan seluruh sistem keuangan global, risikonya tetap mengkhawatirkan.
Mengingat obligasi dan pinjaman luar negeri senilai hampir satu triliun dolar dan liabilitas bank milik negara senilai US$1,1 triliun, akses terhadap dolar AS sangat penting bagi perusahaan dan para pemberi pinjaman China.
“Internasionalisasi Yuan berubah dari yang diinginkan menjadi hal yang sangat diperlukan bagi Beijing,” ujar Kepala ekonom di Standard Chartered Plc. Ding Shuang.
“China perlu mencari pengganti untuk dolar AS di tengah ketidakpastian politik, jika tidak bangsa ini akan mengalami risiko keuangan,” terangnya, dilansir dari Bloomberg, Senin (13/7/2020).
Baca Juga
Kendati selama bertahun-tahun China telah membuat progres dengan mempromosikan perdagangan yuan offshore, meraih status mata uang cadangan resmi dari Dana Moneter Internasional, dan meluncurkan kontrak komoditas dengan harga dalam yuan, renminbi masih tergolong pemain kecil di panggung global.
Pangsa yuan dalam pembayaran global dan cadangan bank sentral tetap rendah yakni sekitar 2 persen. Meski pembukaan pasar keuangan China untuk investor luar negeri telah memikat arus masuk, kepemilikan asing atas saham dan obligasi dalam negeri relatif kecil.
“Negara ini perlu untuk mengurangi ketergantungannya pada greenback,” tutur seorang mantan penasihat di People's Bank of China (PBOC), Huang Yiping.
Zhou Yongkun, seorang pejabat di PBOC, pekan lalu mengatakan China akan memperkenalkan perdagangan langsung antara yuan dan mata uang tambahan, mekipun tidak menjabarkannya.
Demi mempercepat penyesuaian dengan mata uang seperti yen atau euro, China perlu menurunkan kontrol modalnya, yang diperketat setelah devaluasi pada tahun 2015. Tapi ini akan meningkatkan risiko arus keluar destabilisasi.
China dapat secara alternatif memperluas impor dan menjalankan defisit neraca berjalan yang persisten, seperti yang dilakukan AS, untuk menghasilkan kumpulan saldo yuan di luar negeri. Langkah ini juga akan membutuhkan perubahan kebijakan yang sulit untuk dibayangkan.
“Globalisasi Yuan sebagian besar bergantung pada konvertibilitas di bawah akun modal, yang belum siap dilakukan China,” ungkap mantan penasihat PBOC, Yu Yongding.
“China menghadapi tantangan berat dari serangkaian sanksi keuangan potensial AS dan kami bahkan tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa mereka dapat membekukan aset keuangan China suatu hari. Saya percaya pihak regulator memiliki rencana darurat,” paparnya.
Regulator China dikabarkan sedang membangun Sistem Pembayaran Internasional China untuk menyelesaikan transaksi di luar platform berbasis dolar di mana AS memegang kendali.
Hong Kong, yang memasok sekitar setengah dari likuiditas yuan offshore dunia, juga bertujuan untuk menjadi pusat perdagangan yuan yang lebih menonjol.
Regulator Hong Kong bulan lalu memulai Wealth Management Connect, yang akan memungkinkan investasi lintas batas di antara penduduk Hong Kong, Makau, dan China selatan.
Menurut para analis, langkah itu memiliki implikasi termasuk meningkatkan penggunaan internasional yuan dan menguji pembukaan rekening modal.
Langkah-langkah yang lebih kuat dapat mencakup sikap keras China untuk membayar beberapa impor dalam yuan, melakukan investasi langsung di luar negeri dalam yuan dan memberikan pinjaman dalam renminbi, nama resmi mata uang itu.
Namun, faktanya adalah lebih dari separuh simpanan bank Hong Kong didenominasi dalam mata uang asing (dipimpin oleh dolar AS) dan bank-bank China sendiri memiliki sekitar US$747 miliar dalam simpanan valuta asing.
“Tidaklah mungkin bagi China untuk memiliki mata uang yang terinternasionalisasi secara signifikan sebagai sesuatu yang ada saat ini,” ujar peneliti di Oxford University George Magnus.