Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat telah mengumumkan sanksi untuk sejumlah politisi China yang dipandang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.
China dituduh melakukan penahanan massal, penganiayaan agama, dan sterilisasi paksa terhadap warga Uighur dan lainnya.
Sanksi tersebut menargetkan kepentingan finansial berbasis di AS milik bos Partai Komunis regional Chen Quanguo dan tiga pejabat lainnya.
“Chen, yang duduk di Politbiro Partai Komunis China, adalah pejabat China berpangkat paling tinggi yang pernah terkena sanksi AS,” ungkap pemerintah AS, dilansir dari BBC. Dia dipandang sebagai arsitek kebijakan Beijing terhadap kaum minoritas.
Pejabat lain yang menjadi target adalah Direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang Wang Mingshan, anggota partai senior di Xinjiang Zhu Hailun, dan mantan pejabat keamanan Huo Liujun.
Segala tindakan untuk melakukan transaksi keuangan dengan mereka semua kini merupakan pelanggaran di AS. Aset-aset mereka yang berbasis di AS akan dibekukan.
Baca Juga
Namun, Huo tidak akan dikenakan pembatasan visa yang menghalangi orang lain dan keluarga mereka untuk memasuki AS. Sanksi serupa juga telah dikenakan pada Biro Keamanan Umum Xinjiang secara keseluruhan.
Pihak otoritas di wilayah itu diperkirakan menahan sekitar satu juta warga di kamp-kamp pendidikan dalam beberapa tahun terakhir.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan satu juta warga Muslim telah ditahan di kamp-kamp penjara berkeamanan tinggi di provinsi Xinjiang.
Di sisi lain, China menyangkal adanya perlakuan yang salah terhadap Muslim di Xinjiang. Otoritas China berdalih warga Uighur justru dididik di "pusat-pusat pelatihan kejuruan" untuk memerangi ekstremisme agama yang penuh kekerasan.
Namun, bukti-bukti menunjukkan banyak yang ditahan hanya karena mengekspresikan keyakinan mereka, seperti berdoa atau mengenakan kerudung, atau karena memiliki koneksi luar negeri ke negara seperti Turki.
Warga Uighur, yang sebagian besar adalah Muslim, secara etnis datang dari Turki dan membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan AS bertindak melawan "penyalahgunaan yang mengerikan dan sistematis" di wilayah tersebut.
“Amerika Serikat tidak akan berpangku tangan ketika CCP [Partai Komunis China] melakukan pelanggaran HAM yang menargetkan warga Uighur, etnik Kazakh dan anggota kelompok minoritas lainnya di Xinjiang," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan AS juga memberlakukan pembatasan visa tambahan pada pejabat Partai Komunis lain yang tidak disebutkan namanya. Mereka diyakini ikut bertanggung jawab atas pelanggaran di Xinjiang.
Perkembangan ini menambah ketegangan antara AS dan China yang sudah tinggi karena pandemi Covid-19 dan keputusan China untuk menerapkan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.